REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Sekjen Organisasi Angkutan Darat (Organda) Andriansyah meminta agar intervalnya tidak terlalu dekat, sehigga evaluasi terhadap tarif angkutan juga bisa dilakukan secara efektif. Harapan ini dilontarkan terkait penetapan tarif batas atas dan bawah untuk angkutan umum.
“Jangan setiap dua minggu sekali, fluktuasi misalnya dilakukan periodik selama dua bulan sekali,” kata dia kepada Republika saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Jumat (9/1). Penting bagi pemerintah memastikan penerapan tarif agar tidak berubah-ubah. Jangan melakukan perubahan sebulan sekali, lalu perubahan berikutnya tiga minggu sekali.
Bagi Organda, penetapan tarif batas atas dan bawah tidak menjadi masalah selama fluktuasi harga BBM tersebut tidak memengaruhi biaya operasional kendaraan di atas range interval tarif atas dan bawah. Dikatakannya, selama kondisi fluktuasi masih ada dalam range atas dan bawah, maka tidak akan ada tarif dasar.
Kecuali ada perhitungan melebihi tarif batas angkutan umum, maka akan ada evaluasi. Evaluasi yang dilakukan yakni sejauh mana harga BBM memengaruhi perhitungan teknis biaya operasional kendaraan, apakah sudah melewati tarif batas angkutan umum atau belum.
Ditanya soal belum turunnya tarif transprotasi padahal pemerintah sudah melakukan penurunan harga premium, Andriansyah menyatakan, hal tersebut disebabkan tarif transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh penurunan harga BBM. “Komponen harga suku cadang yang berkaitan dengan nilai tukar rupiah juga berpengaruh pada harga suku cadang,” ujarnya. Saat ini, kata dia, rupiah masih cenderung melemah di tengah dolar yang menguat.
Jika memang ke depan BBM diturunkan secara signifikan, kemudian rupiah kembali menguat, kemungkinan tarif bisa kita evaluasi dan mungkin diturunkan. Organda pun tengah menunggu kebijakan pemerintah berkaitan denhan harga BBM agar evaluasi tarif dilakukan sekaligus dan tidak berulang-ulang sewaktu-waktu akrena kebijakan baru yang tidak bisa diprediksi.