Senin 12 Jan 2015 14:10 WIB

Ini Perumpamaan Mukmin Sejati Menurut Rasulullah

Padang Pasir
Foto: Youtube
Padang Pasir

Oleh: Muhammad Syamlan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Emas merupakan logam istimewa. Dialah mata uang pertama dan mata uang yang sesungguhnya. Karena, dia bisa menjadi standar nilai suatu barang atau jasa secara konstan. Emas juga memiliki keistimewaan tak bisa berubah dan tak bisa berkarat. Maka dari itulah, emas disebut sebagai logam mulia. Nabi bersabda, “Perumpamaan orang mukmin (sejati) seperti emas. Emas itu bila dibakar tak akan berkurang dan tak akan berubah.” (HR Baihaqi).

Dalam kehidupan ini banyak tantangan, ujian, dan cobaan. Orang bisa saja jatuh bangun dihepas badai godaan dunia. Banyak orang yang pagi tampil sangat baik, sorenya ternyata bergelimang dengan dosa dan kemaksiatan. Sepanjang siang tampil sebagai sosok pemimpin yang berpidato berapi-api, malamnya bisa tenggelam dalam dekapan maut minuman keras, dansa, dan gelora syahwat.

Dulu dikenal sangat alim, ternyata kini menjadi lalim. Dulu dikenal sangat pemurah, sekarang berubah menjadi pemarah. Dulu dikenal rajin ke tempat ibadah, sekarang rajin ke tempat pesta wanita. Dulu dikenal pemalu, tapi kini berubah menjadi tak ada rasa malu.

Manusia mudah sekali berubah-ubah sesuai dengan tempat dan kondisi di mana dia berada. Saat berkumpul dengan orang-orang baik, dia bisa menjadi tiba-tiba baik. Saat berkumpul dengan orang-orang buruk, juga bisa tiba-tiba menjadi buruk.

Kondisi pun sering kali memengaruhi manusia. Ada orang yang ketika kaya rajin beribadah dan pandai bersyukur kepada Allah, ternyata suatu ketika diuji dengan kebangkrutan harta, lalu jatuh menjadi papa, tak bisa bersabar hingga akhirnya tak mau lagi ibadah.

Dan, ada yang sebaliknya. Ketika masih miskin sangat khusyuk berdoa dan rajin ke masjid, tapi tatkala kaya, tak lagi bisa berdoa dan tak mau lagi ke masjid beralasan karena sibuk.

Manusia-manusia yang suka berubah-ubah seperti itu termasuk manusia-manusia buruk, juga SDM berkualitas rendah. Orang yang bisa baik ketika kaya saja juga buruk. Orang yang bisa baik hanya saat miskin termasuk buruk. Orang yang bisa baik hanya saat berkumpul dengan orang-orang baik pun buruk.

Manusia yang unggul adalah manusia yang kepribadiannya laksana emas. Kala sulit, dia baik, dan kala mudah, juga baik. Berkumpul dengan orang-orang yang baik dia baik dan berkumpul dengan orang-orang yang buruk dia tetap baik. Seperti emas, tak pernah berkarat, tak pernah berubah meski dibakar dan tak bisa menjadi kurang.

Emas tetap emas sekalipun jatuh di comberan atau tempat sampah. Itulah orang beriman sejati. Bukan hanya beriman di mulut. Bukan beriman semata karena keturunan. Bukan juga beriman karena orang-orang semua mengaku beriman.

Orang yang benar-benar beriman, yakni memiliki kepribadian yang kokoh. Ujian apa pun yang datang kepadanya tak pernah membuat dia berubah. Dicaci atau dipuji tetap takkan menyurutkan langkahnya untuk menegakkan kebenaran.

Datang ujian jabatan atau kekayaan, tak membuatnya lupa kepada Allah. Bergumul di lingkungan para penyamun, dia pun tak ikut menjadi penyamun. Di manapun dan dalam kondisi apa pun dia tetap tegak berdiri, berbicara, bertindak, dan berakhlak sebagai orang yang beriman. Yaitu, berbuat dan menebar kabaikan.

Tak peduli kebaikan itu tumbuh dan diterima oleh orang banyak atau kering dan ditolak. “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS al-Insan [76]: 9).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement