REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak "rebound" atau berbalik naik sedikit pada Rabu (Kamis pagi WIB) dari dekat terendah dalam enam tahun, karena investor mengambil jeda jelang keputusan Bank Sentral Eropa tentang stimulus yang sangat dinantikan.
Pedagang juga sedang menunggu laporan mingguan persediaan minyak Amerika Serikat, merupakan ukuran permintaan di konsumen terbesar minyak mentah dunia. Laporan itu ditunda sehari menjadi Kamis, karena libur publik pada Senin (19/1).
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, melonjak 1,31 dolar AS menjadi mengakhiri perdagangan di 47,78 dolar AS per barel, hanya menempatkan "rebound" parsial dari kerugian 2,30 dolar AS pada Selasa (20/1).
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret naik 1,04 dolar menjadi menetap pada 49,03 dolar AS per barel. Kontrak Februari berakhir pada Selasa di 46,39 dolar AS, turun 2,30 dolar AS dan tidak jauh dari tingkat terendah sejak Maret 2009.
Ada dua hal penting untuk pasar energi pada Kamis, keputusan ECB dan laporan persediaan AS, kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.
Investor banyak berharap ECB akan mengumumkan sebuah program pembelian aset besar atau pelonggaran kuantitatif, setelah pertemuan kebijakan moneternya pada Kamis, dalam upaya untuk menghidupkan kembali pertumbuhan di zona euro yang sedang sakit.
"Jika ECB memutuskan untuk memulai itu, ini akan mengarah pada beberapa jenis dukungan, dan pada gilirannya mendorong beberapa peningkatan permintaan di zona euro," kata Yawger.
Analis mengatakan pasar memperkirakan laporan Departemen Energi AS menunjukkan persediaan minyak mentah meningkat 2,5 juta barel pada pekan lalu.
"Tetapi mungkin lebih menarik adalah penyimpanan di Cushing, yang telah naik selama enam minggu berturut-turut, dan terlihat naik lagi," tambahnya. Minyak mentah di Cushing, fasilitas penyimpanan Oklahoma berfungsi sebagai titik referensi harga untuk WTI.
Dalam seminggu penuh pertama tahun ini, persediaan Cushing naik 1,8 juta barel.
Kemerosotan tajam harga minyak sejak Juni, memotong lebih dari setengah nilai mereka, akan memakan biaya ekonomi penghasil minyak yang sangat merugikan tahun ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan Rabu.
Negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) bisa mengalami kerugian sekitar 300 miliar dolar AS, mengancam mengirim banyak dari mereka ke dalam defisit anggaran, IMF mengatakan dalam sebuah laporan baru.
"Kebanyakan eksportir minyak membutuhkan harga minyak berada jauh di atas 57 dolar AS (per barel) yang diproyeksikan untuk 2015 guna menutupi pengeluaran pemerintah, yang telah meningkat beberapa tahun terakhir sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan sosial dan tujuan pembangunan infrastruktur," katanya.
Menteri Perminyakan Irak Adel Abdul Mahdi pada Rabu memperkirakan bahwa harga minyak mentah dunia tidak akan jatuh lebih jauh.
"Perkiraan kami bahwa harga (minyak) telah mencapai titik terendahnya. Ini sangat sulit untuk jatuh lebih rendah dari ini," kata Abdul Mahdi dalam sebuah konferensi di Kuwait.
"Kami tidak menemukan pembenaran yang nyata untuk penurunan besar dan terus-menerus dalam harga minyak," kata menteri Irak, yang negaranya merupakan produsen terbesar kedua di OPEC, setelah Arab Saudi.