Senin 09 Feb 2015 17:09 WIB

Liga Arab Keluhkan Kurangnya Strategi Melawan ISIS

Rep: Gita Amanda/ Red: Julkifli Marbun
Liga Arab
Liga Arab

REPUBLIKA.CO.ID, MUNICH -- Para pemimpin Liga Arab mengeluhkan kurangnya persenjataan serta strategi untuk menghadapi kelompok militan seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka berharap adanya strategi baru dan bantuan untuk memperkuat tentara yang menghadapi militan melalui jalur darat.

Seperti dilansir Al-Arabiya, para pemimpin Liga Arab menyampaikan hal itu saat berbicara di konferensi keamanan yang dihadiri para pemimpin Barat di Munich, Ahad (8/2). Bulan lalu, kepala NATO mengatakan serangan udara saja tak akan cukup mengalahkan ISIS dan bantuan Barat yang lebih besar akan sangat berperan dalam membangun pasukan keamanan Irak.

Selama ini militan ISIS menggunakan senjata berat untuk melawan tentara Irak yang lemah di darat. Meskipun serangan udara dan pengiriman senjata dari negara-negara Barat untuk pasukan Kurdi, telah membantu menahan ekspansi ISIS ke wilayah Kurdi di Irak Utara.

Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Maliki mengatakan, ia tak melihat serangan udara sebagai bentuk strategi melawan ISIS. "Bagaimana menghadapinya, bagaimana menahannya, mengendalikannya, mengalahkan dan melenyapkannya. Serangan udara, itu bukan strategi," ungkapnya.

Qatar juga mengkritik upaya melawan ISIS di Irak, di mana masyarakat Sunni merasa terpinggirkan oleh kepemimpinan yang didominasi Syiah di Baghdad. Menurut Menteri Luar Negeri Qatar Khaled al-Attiyah pemerintah Irak harus melaksanakan program untuk melawan teroris secara nyata.

"Kami masih memerlukan strategi dari sekutu kami di Irak. Tak ada strategi saat ini, saya jujur tentang ini," kata al-Attiyah.

Sementara Arab Saudi dan Yordania mengambil bagian dalam serangan udara melawan ISIS, negara-negara lain seperti Mesir tengah menghadapi kelompok militan lain yang mengancam negaranya. Mesir mengatakan masyarakat internasional tak cukup membantu dalam perjuangan mereka melawan kelompok militan, seperti Ansar al-Maqdis Beyt di Semenanjung Sinai yang berbatasan dengan Israel.

"Kami membutuhkan lebih banyak senjata, kualitas, kecanggihan senjata, teknologi sehingga dapat melacak dan menyusup ke kelompok-kelompok (militan) ini," ujar Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry.

Senada dengan Mesir, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga mendesak para pemimpin di Munich untuk membantu melawan militan di negaranya. Ia menambahkan ancaman ini tak seharusnya diperlakukan berbeda dari ISIS dan kelompok lain.

Sementara para menteri luar negeri Liga Arab mengeluhkan kurangnya strategi dan persenjataan melawan milita, pasukan Irak berencana memulai serangan darat dalam beberapa pekan ke depan. Serangan darat dilakukan untuk merebut kembali sejumlah wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS.

Menurut utusan Amerika Serikat untuk Irak John Allen, akan ada serangan besar-besaran melalui jalur darat di Irak. Namun Allen menolak tudhan telah terjadi penudaan pasokan senjata AS dan pelatihan pasukan Irak.

"Dalam beberapa pekan ke depan, pasukan Irak akan memulai perlawanan darat untuk merebut kembali Irak, koalisi akan memberikan senjata utama untuk membantu (operasi) itu," ujar Allen. Ia menambahkan Irak akan memimpin serangan dan AS akan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mendukung.

Selama ini AS dan negara-negara koalisinya melakukan serangan melalui jalur udara pada ISIS. Sejak kali pertama diluncurkan pada Agustus Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan, koalisi AS telah melancarkan 2000 serangan ke ISIS.

Serangan udara selama ini telah diklaim telah berhasil merebut kembali sekitar seperlima dari wilayah yang dikuasai ISIS. Para diplomat AS mengatakan, serangan koalisi juga telah membuat militan kehilangan 200 fasilitas minyak dan gas, mengacaukan struktur komando, menekan keuangan dan membubarkan personel mereka.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement