Senin 09 Feb 2015 18:43 WIB

Tahun Ini, Dirjen Pajak Fokus Pembinaan SPT

Rep: c67/ Red: Dwi Murdaningsih
Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Target penerimaan pajak sebesar Rp 1.300 triliun yang dicanangkan pemerintah saat ini merupakan tantangan bagi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru, Sigit Priadi. Karena itu, Dirjen pajak akan  melakukan pembenahan di segala sektor terutama peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Menurut Sigit, banyak Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan  selama ini yang tidak betul. Karena itu, pembinaan pada tahun ini akan menjadi fokus dari Dirjen pajak dalam peningkatan SPT. Untuk itu, tahun ini, Sigit memberikan keringanan kepada wajib pajak untuk membenahi SPT. 

“Kalau tahun depan peringatan sudah mulai agak keras, yang nakal-nakal ditindak tegas,” kata Sigit, di Kantor Wilayah Direktoral Jenderal Pajak Yogyakarta, Senin (9/2).

Sigit menyadari, sosialisasi terkait SPT selam ini masih kurang. Maka dari itu, sosialisasi besar-besaran akan dilakukan mengenai SPT pada tahun ini. Atas dasar itu, Sigit menegaskan, tahun ini masih diberikan kelonggaran terkait SPT karena fokus terhadap pembinaan. 

Sigit menilai, banyak potensi pajak yang belum tergali. Sigit menyebutkan, dari 45 juta yang harus memiliki Nilai Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru sekitar 20 juta yang memiliki NPWP. Dengan begitu, permasalahan ini juga akan menjad perhatian kedepannya. 

Penertiban terhadap pengemplak pajak, lanjut Sigit, juga menjadi prioritas kerja kedepannya. Saat ini sudah didata para pengemplang pajak dan sudah dilakukan penanganan baik dari cara terhalus sampai yang paling kasar. Sigit mencontohkan, himbauan pemberitahuan merupakan cara terhalus. Sedangkan jika sudah dalam beberapa cara halus masih belum membayar pajak, maka terpaksa harus  dilakukan gijzeling atau penyandraan.

“Di Jawa paling banyak yang harus dilakukan gijzeling, yang tercata ada 66, merka harus dilakukan gijzeling karena tidak membayar pajak tidak sesuai yang ditentukan” lanjutnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement