REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh gugatan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) diapresiasi.
Maka, tidak ada lagi dasar hukum bagi perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) swasta untuk beroperasi. Demikian pula, seluruh sumber mata air di Indonesia hanya boleh dikuasai oleh negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi Pasal 33.
“Keputusan MK itu sangat tepat. Sebab kalau tidak dibatalkan, maka UU SDA bisa menjadi dasar bagi pihak manapun yang punya modal untuk menguasai sumber-sumber daya air demi kepentingan komersial dan ini sudah lama terjadi,” ujar juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, Selasa (24/2).
Sebab, lanjut Ismail, UU SDA sudah mengubah fungsi pengelolaan mata air dari bersifat sosial menjadi komersial. Bahkan, bila UU SDA tetap dipertahankan, akan ada kerusakan jangka panjang.
Ismail mencontohkan seperti yang terjadi di Kolombia. Warga sekitar mata air bahkan sampai dipungut cukai bila ingin mengakses air bersih. Hal ini karena regulasi yang berlaku disana melindungi kepentingan pemilik modal swasta. Sehingga, kepentingan warga di sekitar mata air terabaikan.
“Di Indonesia pernah juga tidak lepas dari pertarungan para pemilik modal. Misalnya, ricuh sumber mata air Bubulan di Pasuruan, Jawa Timur. Masing-masing mereka bahkan mem-back up pemda setempat untuk bisa masuk menguasai mata air yang besar itu,” kata Ismail.