Senin 02 Mar 2015 17:56 WIB

Mentan Pastikan Sektor Produksi Beras Aman

Rep: C78/ Red: Satya Festiani
Warga membeli beras di agen beras Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (23/2).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Warga membeli beras di agen beras Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, sektor produksi beras aman bahkan melimpah. Makanya, ia tidak masuk faktor penyulut harga beras yang saat ini masih melambung di pasaran.

Diuraikannya, secara nasional pada Januari terjadi panen di lahan sekitar 600 ribu hektar. Dengan produktifitas rata-rata 7 ton per hektar, diperkirakan akan menghasilkan 4,2 juta ton gabah kering giling (GKG). Kemudian pada Februari, lanjut dia, terdapat sekitar 1,24 juta hektar panen padi dan akan menghasilkan 8,6 juta ton GKG.

"Artinya, jika kebutuhan beras nasional kurang lebih 2,5 juta ton per bulan, maka dengan produksi Januari-Februari, ditambah stok beras di gudang Bulog, stok yang ada di rumah tangga, dan pabrik diperkirakan akan ada 12 juta ton beras," kata dia sebagaimana rilis yang diterima Republika pada Senin (2/3). Ia pun dapat menjamin stok beras aman di 2015.

Memastikan kondisi produksi padi yang aman, ia pun telah melakukan serangkaian perjalanan kerja ke sejumlah wilayah lumbung beras yakni Demak, Sragen, Ngawi, Malang dan Pasuruan. Dikatakannya, saat ini beberapa wilayah sentra padi sudah mulai panen.

Merespons melangitnya harga beras di pasar, ia melihat harga yang tinggi tak lantas menguntungkan petani. Laporan dari daerah menyebut, masih banyak harga gabah yang hanya berkisar Rp 4.200-4.500/kg. Jika dikonversi menjadi beras seharunya hanya sekitar Rp 8.000/ kg.

Di beberapa daerah di sentra padi Jawa Tengah, lanjut dia, harga di petani rata-rata hanya Rp 4.500/ kg, sedangkan di pasar mencapai Rp 10 ribu hingga 12 ribu/kg. Maka, terdapat selisih cukup tinggi antara harga gabah di petani dengan beras di pasar. Padahal seharusnya selisihnya hanya 30 persen.

"Itu apa artinya? Kalau harga gabah rendah, artinya produksi padi banyak, stok beras di gudang Bulog juga cukup banyak," tuturnya. Makanya, Amran menduga adanya ketimpangan harga yang cukup tinggi ini akibat kurang lancarnya sistem distribusi.

Solusinya, ia ingin agar Bulog kembali perannya sebagai stabilisator harga pangan khususnya beras. Sebab, jika gabah produksi petani diserap Bulog, maka kejadian harga beras tinggi tidak akan terjadi. "Apalagi kalau sampai impor, saya sangat tidak setuju," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement