REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang Ramadhan tahun ini, masyarakat masih harus menghadapi meroketnya harga beras. Di tengah kondisi tersebut, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan beberapa hal mengenai kondisi tingginya harga beras tersebut.
Nailul menuturkan, pemerintah selalu mengeklaim bahwa terjadi kekurangan penawaran dibanding permintaan yang menjadi pemicu naiknya harga beras. "Produksi kita kurang, permintaan tinggi. Tapi yang dilepas sama pemerintah ini, pemerintah punya cadangan beras pemerintah yang diambil dari impor 3 juta ton. Tinggi banget itu," kata Nailul saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Dia mengungkapkan, pemerintah memastikan beras impor tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga Ramadhan. Meskipun begitu, Nailul melihat pengeluaran cadangan beras pemerintah (CBP) sangat masif untuk bansos.
"Makanya ada yang bilang kan bansos jadi penyebab atau salah satu penyebab utama harga beras meningkat," ucap Nailul.
Nailul mengungkapkan, CBP tersebut jika digunakan untuk bansos maka otomatis stoknya berkurang. Jika CBP berkurang, Nailul menegaskan, kemampuan pemerintah untuk penetrasi pasar melalui beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) juga berkurang.
"Karena jujur penyerapan Bulog dari petani kurang, hanya mengandalkan beras impor untuk SPHP. Sekarang beras impor digunakan untuk bansos. Otomatis ini sebenarnya masalah juga," ucap Nailul.
Berdasarkan data dari Badan Pangan Nasional, Nailul mengatakan stok beras di Pasar Induk Cipinang mencapai 34 ribu ton. Hanya saja jika dilihat secara harian, beras yang keluar di Pasar Induk Cipinang lebih besar dibandingkan stok yang masuk.
"Nah, itu yang saya lihat dari angka psikologis beras di Cipinang, ketika dia turun dari 40 ribu ton stok di Cipinang itu harga akan meningkat karena swasta melihat ini shortage (kekurangan). Ketika shortage, maka swasta akan melakukan peningkatan harga. Dia juga akan melihat cadangan Bulog sebesar apa," jelas Nailul.
Untuk itu, Nailul juga mengkritisi manajemen stok beras Bulog. Dia menegaskan jangan sampai terlalu banyak menggelontorkan beras untuk bansos namun tidak memaksimalkan proses distribusi beras SPHP.
"Karena jujur proses ini bagus untuk kelas miskin tapi yang rentan miskin seperti apa? Karena yang rentan miskin ini tidak dapat beras bansos tapi harus membeli harga beras yang lebih tinggi. Itu yang harus dipikirkan karena SPHP itu dia sudah kekuatannya kurang, jarang lagi ditemukan," ungkap Nailul.