Selasa 10 Mar 2015 17:20 WIB

Ini Kerugian Pembangunan Pelabuhan Cilamaya Menurut DPR

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Kardaya Warnika (kedua kiri) menjadi pembicara dalam diskusi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Kardaya Warnika (kedua kiri) menjadi pembicara dalam diskusi "Pelabuhan Cilamaya Untik Siapa" di Jakarta, Selasa (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penolakan terhadap rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya terus bergulir. Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menyatakan, menimbang hal dan baik buruk yang mungkin terjadi, pihaknya menolak apabila pembangunan pelabuhan dilaksanakan di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat.

Kardaya, yang juga mantan Kepala BP Migas, mengungkapkan bahwa di perairan Cilamaya berseliweran pipa migas yang terlampau banyak sehingga membahayakan apabila tetap dibangun pelabuhan. "Saya tegaskan dari Banten hingga Indramayu itu offshore (operasi migas di laut) sangat sibuk," ujar Kardaya, Selasa (10/3).

Belum lagi, lanjut Kardaya, produksi minyak dan gas bumi di area tersebut yang tergolong tinggi. Dia menjelaskan, wilayah perairan Cilamaya hingga Cirebon dioperasikan oleh anak perusahaan Pertamina, ONWJ (Offshore North West Java).

Pemanfaatan gas bumi, lanjut Kardaya, digunakan untuk bahan baku pupuk oleh Pupuk Kujang. Angka 200 juta kaki kubik per hari, bisa memasok untuk 4 pabrik pupuk sekaligus, bila digunakan semuanya.

"Belum pemanfaatan listrik di Jakarta. Belum lagi untuk industri. Sedangkan apabila pelabuhan tetap dibangun, operasional ONWJ di sana harus berhenti dulu. Itu prosedur keselamatan," ujar Kardaya lagi.

Kardaya menekankan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya setidaknya akan berdampak pada sisi migas dan nonmigas. Dari migas, kerugian adalah produksi migas nasional yang turun. "Sedangkan dari sisi nonmigas, sepeti pertanian akan anjlok karena produksi pupuk akan kurang. Ingat gas dari Cilamaya untuk produksi Pupuk Kujang," lanjut Kardaya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement