REPUBLIKA.CO.ID, MENTAWAI -- Pembina Lembaga Amal dan Dakwah Rumah Mualaf Indonesia, Ibnu Aqil menuturkan kasus Farhan dan Maya membuat anak-anak Mentawai yang seharusnya sudah mempunyai banyak ilmu menjadi terlantar begitu saja.
"Kalau saja dulu tak ada masalah, sekarang anak-anak itu sudah berubah karena pendidikan," ujar dia, Ahad (15/3).
Ia menjelaskan, berdasarkan apa yang dikatakan Farhan dan Maya, kondisi anak-anak di Mentawai sangat membutuhkan sekolah yang mudah diakses. Sebab, setidaknya butuh 15 kilometer (km) jalur darat untuk sampai ke sekolah.
Sejumlah penduduk Mentawai berpendapat, kondisi tersebut tidak memungkinkan anak-anak ke sekolah. Apalagi, jika hujan mengguyur, jalur tersebut menjadi medan yang sulit ditempuh.
Menurutnya, selama ini banyak orang tua dari anak-anak Mentawai yang tidak keberatan jika buah hatinya memeluk agama berbeda dengannya. Yang paling penting, anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan seperti orang beruntung lainnya.
"Saya sudah kontak Kepala Dinas Kota Padang membicarakan (untuk) menyekolahkan anak Metawai ke sekolah negeri (kalau ada yang mau), katanya bisa diupayakan. Kemudian, kalau ada anak Mentawi yang tidak bisa sekolah di sana, bisa kita kerja sama dengan kepala daerah," jelas Ibnu.
Ia menambahkan, pesantren bukan tempat yang diskriminatif. Mereka bersedia menerima siswa bahkan jika mereka bukan Muslim. Pesantren akan mempersilahkan siapa saja yang ingin mempelajari Islam.
"Andai ada orang ateis, akan kita terima. Kita tak diskriminatif, tidak boleh membeda-bedakan dalam pendidikan," kata Ibnu menambahkan.