REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Amil Zakat dan Sedekah (BAZNAS) meminta agar pemerintah bukan hanya menghimbau melaikan memberi kewajiban yang distertai sanksi. Hal itu salah satu bentuk upaya mendorong perkembangan dan pertumbuhan badan amil zakat milik negara dengan baik.
Didin Mencontohkan dengan negara yang pernah ia kunjungi. Iran, Saudi Arabia, Emirat Arab telah menyedehanakan badan amil zakatnya. Di Iran hanya ada tiga sampai empat badan amil zakat. “Jadi seluruh zakat disentralisasi oleh Baznas sehingga dana dari baznas cukup besar. Di Iran jumlah pengiuran yang hanya 80 juta dapat mengumpulkan dana zakat yang lebih besar melebihi Baznas,” kata dia, Rabu (1/4)
Didi menututkan, himbauan pemerintah agar umat Islam membayar zakat ke Baznas terlah berlangsung sudah sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun belakangan akibat tidak ada sanksi sehingga upaya tersebut dinilai kurang produktif. Hal itu lantaran hanya bersifat himbauan for lottery sukarela bukan Mantatory.
“Kalau sudah di buat undang-undang yang sifatnya mandatory baru itu bagus,”kata dia.
Hal serupa, Didin kembali mencontohkan, terjadi pada sertifikasi halal pada sebuah produk. Sejauh ini halal dinilainya hanya sebagai for lottery bukan mandatory sehingga upaya masyarakat mendapat sertifikasi tersebut tidak merasa wajib. “Ketika tidak pun ya sudah. Ketika ada sertifikasi halal saja barang saya laku ngapain harus sertifikasi halal, nah itu masalahnya,”ungkapnya.
Kedepannya, sehubungan dengan lembaga di luar Baznas sebaiknya membuat laporan yang dibawah binaan Saznas sehingga menjadi satu nangungan Baznan. Meskidemikian, lembaga tersebut mendapat berapa persen bagian dari itu