Senin 06 Apr 2015 15:13 WIB

BBM Naik, Nelayan Kurangi Melaut

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Dwi Murdaningsih
Sebuah kapal nelayan menerjang ombak usai melaut di laut jawa, Tegal, Jateng, Jumat (27/1).
Foto: Antara/Okky Lukmansyah
Sebuah kapal nelayan menerjang ombak usai melaut di laut jawa, Tegal, Jateng, Jumat (27/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Nasib nelayan Teluk Lampung terus terpuruk. Harga solar yang terus melonjak membuat para nelayan membatasi jadwal melaut di kawasan Teluk Lampung dan perairan Selat Sunda. Selain itu, harga ikan terus merosot karena harga es balok untuk pendingin ikan kian naik.

Nelayan yang berada di Gudang Lelang, Telukbetung terpaksa menambatkan kapal-kapal ikannya di bibir teluk, persis dekat pelelangan ikan dalam kota Bandar Lampung, Senin (6/4). Nelayan banyak mengisi hari-harinya dengan membenahi jaring ikan, lambung kapal, dan lampu petromaks. Sedangkan nelayan lainnya, terlihat nongkrong di pasar ikan.

"Sudah berapa kali harga solar naik, jadi biaya operasional melaut jadi membengkak," kata Dasman, nelayan yang bermukim di kawasan Gudang Lelang.

Menurut dia, sejak harga BBM turun naik, harga solar eceran di tempatnya membeli tak terkendali. Ia dan nelayan lainnya setiap melaut membeli solar di eceran, karena stok di SPBU terapung habis. Harga eceran memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan di SPBU. Namun, nelayan dilarang membeli solar di SPBU dengan jeriken.

Sejak harga BBM naik di era Presiden Jokowi-JK, nelayan terpaksa menambah biaya melaut berkisar Rp 5 - 7 juta. Sekali melaut, menurut penuturan Karsidi, nelayan membutuhkan biaya operasional sebesar Rp 20 - 22 juta. "Sekarang ini membengkak. Nambah lima sampai tujuh juta (rupiah)," katanya.

Untuk menutupi biaya operasional melaut, nelayan mengaku kesulitan. Pasalnya, hasil tangkapan ikan di laut, dengan harga jual tidak sebanding. Harga ikan sekarang sedang turun, lantaran pemasok ikan mengalami kesulitan dengan harga es balok yang terus naik. "Ikan tidak bisa disimpan lama karena kekurangan es balok," jelasnya.

Untuk  menyiasati hal itu, nelayan Teluk Lampung, mengurangi jadwal melaut. Meski demikian, beberapa nelayan juga masih memaksakan melaut, karena tuntutan kebutuhan rumah tangga. "Terpaksa melaut, karena untuk keperluan keluarga. Kerja lain tidak ada," kata Karsidi. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement