REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia Tbk menargetkan penghematan biaya hingga 17 persen lewat kerja sama lindung nilai atau "hedging" dengan Bank Internasional Indonesia (BII) Maybank, Bank Mega, ANZ Indonesia dan Standard Chartered Bank Indonesia serta Bank Negara Indonesia (BNI).
"Seperti yang sebelumnya penghematan bisa sampai 15-17 persen dalam rangka antisipasi uncertainty currency (ketidakpastian nilai tukar mata uang)," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo usai penandatanganan kerja sama lindung nilai di Jakarta, Selasa (14/4).
Arif mengatakan kerja sama lindung nilai tersebut melalui mekanisme "cross currency swap" senilai Rp1 triliun, dengan rincian Rp300 miliar dengan Bank Mega, BII Rp400 miliar, ANZ Rp150 miliar dan Standard Chartered Rp150 miliar.
"Ini fase yang kedua untuk recovery posisi garuda di 2015 karena tantangannya itu bukan hanya nilai tukar, tetapi juga pertumbuhan ekonomi," katanya.
Sesuai asumsi bisnis, dalam upaya lindung nilai tersebut Arif mengaku mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar sekitar Rp13.000 dan harga minyak 75 sen dolar AS per liter.
Sesuai kesepakatan dan perjanjian, Arif menjelaskan keempat bank tersebut akan membayarkan kewajiban Garuda Indonesia selaku penerbit obligasi dan denominasi rupiah kepada pemegang obligasi efektif per 5 April 2015 dan Garuda akan membayar seluruh kewajiban kepada keempat bank dalam denominasi dolar AS pada 5 Juli 2018.
Selain itu, untuk memperbaiki struktur pendapatan, Arif akan mengoperasikan pesawat-pesawat yang potensial di pasar Cina dan Timur Tengah serta Eropa dengan menambah frekuensi dan rute.