Senin 27 Apr 2015 10:28 WIB

Kota Yerusalem, Titik Pertemuan Tiga Agama (2)

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
Warga Palestina tengah menunaikan shalat di Yerusalem.
Foto: AP
Warga Palestina tengah menunaikan shalat di Yerusalem.

REPUBLIKA.CO.ID,Kaum Yahudi mengumpulkan kembali kekuatan dan mencoba melawan Romawi pada 132 Masehi. Tetapi, peristiwa ini malah menjadikan mereka ditindas secara lebih kejam lagi oleh kaisar pada waktu itu, Hadrian melalui Jenderal Severus.

Selanjutnya pada 135 Masehi, kekaisaran Romawi ingin melenyapkan bangsa dan agama Yahudi dengan membangun sebuah kota kecil di pusat Yerusalem, yang disebut Aelia Capitolina yang berarti kota kecil untuk Dewi Aelia, berhala bangsa Roma.

Di Bukit Moriah tempat bekas Haykal Sulaymân itu pun dibangun patung yang menghadap dewi berhala itu, patung yang didedikasikan kepada Dewa Jupiter. Kemudian di Golgota juga didirikan kuil untuk berhala Venus sebagai penghalang perkembangan agama Kristen, yang pada waktu itu mulai tumbuh. Keadaan ini terus berlangsung hingga akhir abad ketiga Masehi.

Pada abad keempat, Kaisar Konstantin masuk agama Kristen, dan menjadikan agama Kristen sebagai agama kekaisaran Romawi pada 313 M.

Yerusalem pun dikuasai oleh agama Kristen, dan ditandai dengan berdirinya banyak gereja.

Di antaranya yang terkenal adalah Gereja The Holy Sepulcher (Keluarga Suci) yang disebut oleh orang Arab sebagai Kanîsat-u ‘l-Qiyamah (Gereja Kebangkitan).

 

Gereja The Holy Sepulcher dibangun oleh Ratu Helena, ibunda Kaisar, dan menjadi tempat paling suci bagi agama Kristen di Yerusalem. Gereja ini pun beberapa kali mengalami penghancuran dan pembangunan kembali sejalan dengan penguasa-penguasa Yerusalem.

Onislam.net melansir, ada cerita yang menarik mengenai Gereja Sepulchre ini, yaitu ketika Khalifah ‘Umar ibn Khaththâb datang ke Yerusalem untuk menandatangani Dokumen Aelia (Mîtsâq Ailiyâ) yang dicatat oleh Ibn Khaldûn,  “‘Umar ibn al-Khaththâb masuk Bayt-u ‘l-Maqdis dan sampai ke Gereja Qumâman (Qiyâmah) lalu berhenti di plazanya.

Waktu sembahyang pun datang, maka ia katakan kepada Patriakh, "Aku hendak sembahyang." Jawab Patriakh, "Sembahyanglah di tempat Anda."

Umar menolak, dan kemudian sembahyang sendirian pada anak tangga yang ada pada gerbang gereja itu.

Setelah selesai dengan sembahyangnya, ia berkata kepada Patriakh, "Kalau seandainya aku sembahyang di dalam gereja, maka tentu kaum Muslim sesudahku akan mengambilnya dan berkata, ‘Di sini dahulu ‘Umar sembahyang!".

Umar pun menulis perjanjian untuk mereka bahwa pada tanggal itu tidak boleh ada jamaaah sembahyang [di tempat itu] dan tidak pula akan dikumandangkan adzan padanya. Kemudian Umar berkata kepada Patriakh, "Sekarang tunjukkan aku tempat yang di situ aku dapat mendirikan sebuah masjid."

Patriakh berkata, "Di atas Karang Suci (Shakhrah) yang di situ dahulu Allah pernah berbicara kepada Nabi Ya‘qub."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement