Sabtu 02 May 2015 00:02 WIB
peringatan hari buruh

Pemerintah Diminta Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Aksi buruh di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (1/5). Bertepatan dengan hari buruh, ribuan buruh melakukan aksi turun kejalan. (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aksi buruh di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (1/5). Bertepatan dengan hari buruh, ribuan buruh melakukan aksi turun kejalan. (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pakar hukum pemerintahan dan ketenagakerjaan dari Universitas Mahasaraswati, Denpasar, Bali, Dr I Wayan Gede Wiryawan, menilai pemerintah hendaknya menghapus kebijakan sistem kerja alih daya atau outsourcing dan kontrak di Indonesia.

"Upaya ini dilakukan mengingat instrumen hukum terkait sistem kebijakan negara tentang outsourcing dan sistem kerja kontrak di Indonesia masih belum memadai sehingga dikhawatirkan dapat menjadi celah perusahaan tertentu untuk melawan aturan," ujar Gede Wiryawan, Jumat (1/5).

Ia menilai belum memadainya instrumen hukum di Indonesia terkait sistem kerja itu dikarenakan masih tingginya tuntutan kebutuhan dunia industri sehingga kebutuhan sistem kerja alih daya dalam perkembangan dunia bisnis modern cenderung meningkat.

Kebijakan pemerintah terkait sistem kerja alih daya saat ini diharapkan tidak dijadikan celah oleh perusahaan outsourcing untuk melangar aturan hukum berkaitan dengan dunia usaha, diantarnya perpajakan, regulasi perburuhan tentang status pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.

"Saya mengharapkan agar sistem ini tidak merugikan buruh karena selama ini yang sering terjadi ditemukan adanya perusahaan yang melakukan pemotongan upah pekerja," ujarnya.

Oleh sebab itu, perlu adanya pembenahan hukum terkait sistem outsourcing tersebut untuk memutus mata rantai upaya melanggar aturan perburuhan.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement