REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Pihak berwenang Cina telah memerintahkan pemilik toko dan restoran Muslim di desa Aktash, Xinjiang, untuk menjual alkohol dan rokok. Jika tidak mematuhi maka usaha mereka terancam ditutup dan pemiliknya akan dituntut.
Menanggapi meningkatnya kekerasan dalam dua tahun terakhir, Cina yang kerap menyalahkan minoritas Muslim Uighur semakin memperketat aturannya. Seperti dilansir The Independent Rabu (6/5), baru-baru ini mereka meluncurkan serangkaian tindakan keras untuk melemahkan para pemeluk Islam di wilayah barat.
Di Desa Aktash, selatan Xinjiang, pejabat resmi Partai Komunis Adil Sulaiman mengatakan pada Radio Free Asia (RFA) bahwa banyak pemilik toko lokal telah berhenti menjual alkohol dan rokok sejak 2012. Sebab warga lokal juga telah memutuskan menjauhkan diri dari minuman beralkohol dan rokok.
Sulaiman mengatakan, pihak berwenang di Xinjiang melihat etnis Uighur yang tak merokok sebagai bentuk mengikuti ekstremisme. Maka mereka mengeluarkan perintah untuk melawan sentimen beragama yang dikhawatirkan mempengaruhi stabilitas.
"Kami memiliki kampanye untuk melemahkan agama di sini dan ini (paksaan menjual alkohol) bagian dari kampanye itu," katanya.
RFA memperoleh informasi terkait perintah tersebut melalui Twitter. Di sana tertera semua restoran dan supermarket di Aktash harus menjual lima merek alkohol dan rokok berbeda. Mereka juga diminta menyimpan dagangan tersebut ditempat yang jelas terlihat.
"Siapa saja yang mengabaikan pemberitahuan ini dan gagal mentaati, mereka akan melihat toko mereka ditutup, bisnis mereka dihentikan, dan akan ada tindakan hukum terhadap mereka," tulis pemberitahuan tersebut.
Selama ini Cina kerap mengeluarkan aturan keras pada pemeluk Islam seperti antara lain, pegawai pemerintahan dan anak-anak dilarang menghadiri masjid atau ikut berpuasa di bulan Ramadhan. Di beberapa tempat perempuan juga dilarang menggunakan cadar dan laki-laki dilarang memanjangkan jenggot.