REPUBLIKA.CO.ID,DALLAS -- Richard Beauchamp nampak duduk di dalam mobilnya yang terparkir di depan masjid. Saat itu, ia merasa gugup melihat hilir mudik jamaah masjid di kawasan Irving, dallas, Texas tersebut karena hatinya juga ingin masuk ke dalam juga.
Akhirnya, ia meyakinkan dirinya untuk masuk dan mencari takmirnya. “Tak sidangka, mereka sangatlah baik saat menyambutku pertama kali dan rasanya mudah untuk bolak-balik kesana,” ujar Beauchamp (31 tahun) seperti dilansir Dallasnews.com.
Walhasil, tak segan ia bercerita bahwa ia penganut Kristen yang ingin mempelajari Islam pada para pengurus masjid yang ditemuinya. Akhirnya, Beauchamp disarankan datang kembali saat shalat Jumat.
Ketika itu, Beauchamp yang sama sekali belum mengetahui syarat maupun rukun dalam ibadah Islam memilih duduk di sebuah kursi. Sementara para jamaah shalat Jumat tengah melaksanakan kewajibannya.
“Ternyata, kemudian saya tahu kursi itu untuk para lansia yang tidak bisa duduk di lantai. Para jamaah lainnya tidak memberitahuku sebelumnya,” kenangnya sembari tertawa.
Perkenalannya dengan Islam hanya ditemukannya lewat buku-buku bacaan. Namun, ia merasakan gundah saat berusia belasan tahun. Batinnya bertanya, mengapa Yesus menjadi penebus dosa umatnya, lalu kenapa bayi yang baru lahir langsung diklaim mempunyai dosa.
Konsep Trinitas Kristiani pun, ia pertanyakan. Lantaran dalam logikanya, umat Kristiani diwajibkan percaya adanya Tuhan dan kekuasaan Trinitas secara bersamaan.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tadi ternyata baru terjawab setelah setahun mengajak diskusi para pengurus masjid tersebut. Dia merasakan masjid sebagai rumah spiritualnya yang baru. Namun, ia masih berdilema karena menjadi seorang Muslim berarti membuatnya meninggalkan seluruh gaya hidupnya.
"Saat itu saya seorang pria Amerika berumur 20 tahun yang suka nongkrong di pub dan bergaul bebas dengan para perempuan. Jika aku sudah memilih menjadi Muslim, maka aku harus menghentikan kebiasaan itu, terutama menghentikan minum alkohol,” papar Beauchamp dengan lugas.
Teman-temannya pun bahkan mendebatnya dengan keras melebihi tentangan dari orang tuanya sendiri. Belum lagi dengan cerita-cerita konflik di Timur Tengah yang dibumbui dengan citra kekerasan sempat menjadi pertimbangannya.
"Di masa transisi itu, saya mengalami pergulatan batin, terutama dalam menepis prasangka tentang Muslim yang ekstrem. Tapi, di sisi lain, kegiatan intens saya ke masjid membuat pikiran negatif itu lenyap,” tuturnya.
Akhirnya, sekitar tahun 2001, Beauchamp mengucapkan kalimat syahadat. Pada tahun 2006, ia terbang ke Indonesia untuk mempersunting seorang gadis asal Indonesia yang menjadi teman korespondensinya.
"Sebagian besar orang Amerika terdistorsi cerita negatif tentang Islam setelah peristiwa 9/11. Itu menyakitkanku sebagai seorang mualaf Amerika karena sejatinya Islam membawa kedamaian bagi semua dan sebuah perasaan tenang yang sebelumnya belum pernah kutemui,” tutup Beauchamp.