REPUBLIKA.CO.ID,Manakah di antara sahabat Nabi SAW yang tak pandai berperang? Carilah di antara mereka, mana yang tak bisa menunggang kuda, memanah, atau bermain pedang.
Secara umum, hampir seluruh sahabat Nabi Muhammad SAW mempunyai keahlian tersebut. Memang merekalah orang yang sibuk beribadah, belajar Alquran, dan mengkaji hadis-hadis Nabi SAW. Namun di sisi lain, mereka adalah orang-orang kuat.
Sebut saja, sang panglima perang tak terkalahkan, Khalid bin Walid. Disamping menjadi seorang sahabat paling shaleh, Khalid adalah seorang pejuang tak terkalahkan.
Ia pernah memimpin 40 ribu pasukan kaum muslimin yang mampu mengalahkan 240 ribu pasukan Romawi. Keberanian sang panglima benar-benar membuat musuhnya gentar. Khalid bersama 200 orang pasukan berkuda nekat menerobos 120 ribu pasukan Romawi. Ia membabat habis puluhan ribu pasukan Romawi. Khalid tak hanya soleh dan ahli ibadah, tetapi kuat dan berani dari segi fisik.
Inilah yang menjadikan para sahabat begitu mulia. Disamping mereka kuat dari segi keimanan, mereka juga kuat dalam hal duniawinya.
Inilah yang dipesankan Rasulullah SAW, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa'i).
Bukannya Allah SWT tak mencintai mukmin yang lemah. Namun, ketika mukmin yang kuat disandingkan dengan mukmin yang lemah, tentulah mereka yang kuat mendapat kencintaan lebih dari Allah SWT.
Kuat dalam artian bukan hanya kuat iman. Definisi kuat dalam hadis ini mencakup kekuatan fisik, finansial, ekonomi, politik, dan seterusnya.
Disamping kekuatan iman, para sahabat Nabi SAW mempunyai kekuatan fisik yang tak diragukan lagi. Kekuatan fisik mereka teruji dengan kemenangan-kemenangan yang mereka raih dalam perperangan.
Walau fisik mereka dihabiskan untuk beribadah, tapi semua mereka akan terjun ke medan perang ketika panggilan jihad ditabuh.
Disamping itu, para sahabat juga kuat dari segi finansial. Misalnya saja, sahabat Nabi yang disebut dalam daftar 'asyarah mubasyirina biljannah' (sepuluh orang yang dijamin masuk surga), ternyata sembilan diataranya adalah orang kaya. Bukannya Allah SWT tak sayang dengan orang beriman yang miskin, tetapi Allah SWT lebih sayang dengan orang beriman lagi kaya.
Demikian juga di bidang-bidang lainnya seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seterusnya. Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang memegang tampuk perekonomian di masanya. Lihat pula para ulama di masa tabi'in dan tabi' tabi'in.
Mereka para ulama yang menguasai disiplin ilmu di bidang lain. Ibnu Sina', disamping menjadi ulama, ia juga pakar di bidang kedokteran. Al Batani, disamping seorang ulama, ia seorang astronom dan matematikawan. Masih banyak lagi contoh lainnya.
Begitulah seharusnya seorang muslim yang ideal. Disamping kuat imannya, ia juga kuat di bidang-bidang yang lain.
Ia tak ketinggalan menggeluti bidang-bidang keduniawian, bahkan lebih hebat dibanding yang lain. Menjadi seorang muslim tak hanya baik dalam hubungan vertikal dengan Allah SWT. Seorang muslim juga tampil dan menjadi orang terdepan dalam hubungan horizontalnya sesama manusia.