REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai mata uang Rupiah kembali melemah dan bahkan menembus level Rp 13.319 per dolar AS berdasarkan data dari Bloomberg. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi pun mengatakan pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh faktor dari luar negeri, yakni adanya penguatan dollar di Amerika Serikat.
"Ya ini memang sulit ya. Karena ini menyangkut ketidakpastian. Ketidakpastian di Yunani, yang kedua penguatan dollar di AS sudah meningkat, ekonominya membaik. Sehingga hasilnya kita kena, rupiahnya," kata Sofjan di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (9/6).
Sofyan mengatakan untuk menghadapi pelemahan rupiah tersebut, pemerintah harus berusaha meningkatkan ekspor serta mengembangkan produk dalam negeri. Sebab, selama ini Indonesia selalu mengimpor bahan baku.
"Jadi kita sedang berusaha mengembangkan, bagaimana cara supaya bisa menahan. Supaya kita kan ekonominya lagi lesu juga," tambah dia.
Menurut dia, penurunan nilai Rupiah ini merupakan penurunan terendah untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menyebabkan masyarakat khawatir. Oleh karena itu, Sofyan pun meminta agar seluruh sektor riil segera digerakkan serta anggaran negara dapat terserap dengan baik.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga sejumlah negara-negara lainnya. "Semua pada lebih dalam, kamu lihat hari ini contohnya currency Korea, Malaysia semua lebih dalam dari kita tekanannya," kata Agus, Senin (8/6).
Menurut Agus, hal ini merupakan reaksi dari perkembangan yang terjadi di luar negeri. Ia pun menilai Indonesia harus menghadapi kondisi ini dengan baik dan tetap waspada.
Selain itu, Agus juga mengkhawatirkan terjadinya currency war dalam tiga tahun ke depan apabila program peningkatan suku bunga di AS berjalan secara berkala. Menurutnya, hal tersebut akan berdampak pada mata uang di negara-negara lain.