Kamis 11 Jun 2015 23:43 WIB

Pengamat Ini Nilai Perubahan Kontrak Freeport Wajar, Asal...

Rep: C91/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja melintas berlatarbelakang pegunungan Jayawijaya di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja melintas berlatarbelakang pegunungan Jayawijaya di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengubah status kontrak PT Freeport Indonesia dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pengamat Energi dari Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menganggap, perubahan itu wajar karena sudah sesuai ketentuan.

"Persoalannya sekarang, perpanjangan 20 tahun itu tergantung nanti kesepakatan. Kalau misalkan tidak diperpanjang lalu siapa yang akan mengelola Freeport?" Ujar Fabby kepada ROL, Kamis, (11/6).

Ia menambahkan, perlu melihat secara detail hasil perubahan kontraknya, sebelum menentukan apakah perubahan itu akan berdampak baik atau sebaliknya. "Saya kira melihat konteks penggalian tambang, tambang dalam, kalau dia mau mengucurkan investasi miliaran dolar, maka ia ingin mendapat jaminan investasinya kembali," jelasnya.

Menurutnya, semua tergantung pokok kesepakatan, namun harus dipastikan PT Freeport Indonesia beroperasi dengan membayar pajak dan royalti. "Jadi secara teori dimungkinkan beroperasi di sini asalkan membayar dalam bentuk berbagai pajak dan royalti," tutur Fabby.

Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan proses perubahan hubungan itu tak melanggar aturan. Hal ini karena, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batu Bara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement