REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembinaan mualaf dengan memberikan uang secara langsung dirasakan kurang tepat.
"Sebenarnya kami kadang membantu para mualaf dalam bentuk pemberian uang. Sehingga hasilnya tak terlihat," kata Direktur Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Teten Kustiawan, Sabtu (13/6) malam.
Untuk mengetahui aspirasi kebutuhan mualaf, pihaknya pada November 2014 lalu, mengadakan workshop bersama mantan mualaf. Workshop ini untuk memetakan apa saja kebutuhan dan kondisi riil para mualaf di lapangan.
Dalam memetakan kebutuhan para mualaf Baznas bekerjasama dengan Himpunan Bina Mualaf Indonesia. "Sekarang kami sudah mencoba melakukan implementasi terhadap program untuk mualaf yang telah dirumuskan."
Di Kalimantan, terang Teten, bahkan sudah ada pertemuan regional Baznas untuk memberdayakan mualaf. "Untuk saat ini program yang dilakukan bagi mualaf pada dua tahun pertema adalah penguatan akidah dan penguatan islam, untuk ekonomi cukup disantuni dulu saja."
Setelah dua tahun namun mualaf tersebut masih miskin, maka dia tidak dikategorikan jadi mualaf lagi. Namun orang Islam yang fakir miskin.
Nanti programnya, terang Teten, disesuaikan dengan minat dan kemampuan orang tersebut. "Tidak semua orang cocok jadi pedagang, jadi harus dicaritahu apa bakatnya, itulah yang didukung supaya mampu mencari nafkah secara mandiri."
Sedangkan untuk mualaf yang kaya, ujar dia, pihaknya akan menyediakan ustaz-ustaz yang siap mengajar kapan saja. "Ada Quran Call di mana ustaz yang dipanggil langsung siap mengajar."