Selasa 16 Jun 2015 16:06 WIB

'Jangan Takut tak Populer Demi Ketahanan Pangan'

Rep: C84/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Presiden Joko Widodo memberi sambutan saat peresmian operasi pasar nasional di Kompleks Pergudangan Utama Bulog, Cimahi, Jawa Barat, Senin (15/6). (Antara/Novrian Arbi)
Presiden Joko Widodo memberi sambutan saat peresmian operasi pasar nasional di Kompleks Pergudangan Utama Bulog, Cimahi, Jawa Barat, Senin (15/6). (Antara/Novrian Arbi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) meminta pemerintah semaksimal mungkin menutup keran-keran impor bahan pokok agar para mafia-mafia pangan tidak leluasa mengeruk keuntungan pribadinya. Ketua Umum Serikat Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) Rheinhard Parapat berharap pemerintah Jokowi-JK memiliki kebijakan untuk menahan laju kenaikan harga bahan pokok dengan tidak harus melakukan impor.

Meski tidak populer, ia berharap pemerintahan Jokowi mampu menampilkan keberanian dalam memberantas mafia-mafia pangan yang pada akhirnya akan mensejahterakan para petani di masa depan. Daripada impor yang akan menguntungkan bangsa lain, Ia menyarankan pemerintah membeli beras dari petani lebih mahal, toh ia nilai itu akan menguntungkan para petani yang notabene warga negara Indonesia sendiri.

Terkait kenaikan harga bahan pokok jelang puasa dan lebaran nanti, ia mengatakan perlu melihat aspek dari adanya petarung-petarung yang bertahun-tahun meraup keuntungan hasil impor dari kebijakan pemerintah yang salah sehingga tak mendukung produk petani. "Ke depan kita harus bereskan ini, tidak usah takut tidak populer, tapi ke depan kita punya ketahanan pangan dan petani dapat menikmatinya," lanjutnya.

Terkait peranan Bulog, ia menilai Bulog harus memiliki logistik yang kuat untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah paling minim punya ketahanan pangan selama tiga bulan ke depan. Hal itu, ia katakan agar bisa meredam melonjaknya harga. Ia juga menilai diperlukan orang-orang yang pro-aktif dan reaktif di tubuh Bulog agar mampu menjembatani hasil dari petani sehingga Indonesia tak rawan pangan.

"Kalau kita rawan pangan itu mengerikan pak, itu artinya keran-keran impor akan masuk ke tanah air. kalau petani dirangsang terus dia punya produksi yang bisa dibeli dengan harga yang baik untuk kesejahteraan mereka tentu mereka akan terus jadi petani dan tidak perlu menjadi buruh-buruh di kota," tegas Rheinhard.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement