REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Badak NGL atau yang akrab disebut Badak LNG berharap ada peningkatan pasokan gas alam cair. Pasalnya, perusahaan yang berbasis di Bontang, Kalimantan Timur ini terus mengalami penurunan produksi sejak "peak production" pada 2001 lalu.
Senior Manager Corporate Communication Badak LNG Ferry Sulistyo Nugroho mengungkapkan, pada tahun 2001, Badak LNG sempat mencapai puncak produksinya dengan menghasilkan 22,5 Mtpa LNG (juta metrik ton LNG per tahun). Namun saat ini, produksinya menurun nyaris drastis. Statistik perusahaan mencatat, pada 2010 saja produksi LNG hanya 16,5 Mtpa LNG dan trendnya semakin menurun. Tahun 2015 ini, produksinya di bawah 15 Mtpa LNG.
Ferry melanjutkan, korporasi berharap akan ada peningkatan pasokan dari sejumlah mitra utama Badak LNG selama ini. Perlu diketahui, 81 persen pasokan gas alam yang diolah Badak LNG didapat dari Total E&P Indonesie. Sisanya, 16 persen dari Vico dan 3 persen dari Chevron Indonesia Company. Harapan datang dari proyek laut dalam yang dilakukan oleh Chevron yang dituangkan dalam proyek IDD (Indonesia Deepwater Development).
"Kita berharap IDD Chevron jadi. ENI di lapangan Jangkrik juga. Dan kami berharap produksi Mahakam naik setelah dipegang Pertamina," jelas Ferry di sela kunjungan media massa di Kompleks Badak LNG, Rabu (1/7).
Untuk Chevron sendiri, total rata-rata produksi harian pada tahun 2013 mencapai 124 juta kaki kubik gas alam. Selama tahun 2013, mayoritas produksi Chevron di Kalimantan berasal dari 14 lapangan produksi di wilayah KKS East Kalimatan. Wilayah shelf ini menghasilkan rata-rata 21.000 barel fluida dan 101 juta kaki kubik gas alam.
Produksi lainnya berasal dari lapangan laut dalam West Seno di KKS Makassar Strait (Selat Makassar), dengan total rata-rata produksi harian 3.400 barel fluida dan 24 juta kaki kubik gas alam pada tahun 2013. Hanya saja, kontrak Kerja Sama Makassar Strait berakhir pada tahun 2020.
Proyek IDD juga dilakukan di Kutei Basin atau Cekungan Kutei, Kalimantan Timur yang saat ini sedang berjalankan melalui satu rencana pengembangan.
Di samping itu, produksi gas alam dari Lapangan Jangkrik juga akan menambah pasokan gas ke Badak LNG di Bontang. PT Pertamina (Persero) dan Eni Muara Bakau, perusahaan afiliasi ENI, menandatangani Perjanjian Jual Beli Liquefied Natural Gas dengan volume 1,4 juta ton per tahun selama 7 tahun. Gas ini bersumber dari Proyek Pengembangan Lapangan Gas Jangkrik yang akan mulai diproduksikan mulai tahun 2017.
Pertamina tidak hanya membeli LNG porsi Domestic Market Obligation (DMO) tetapi juga membeli volume di luar DMO untuk mengantisipasi kebutuhan gas untuk mendukung pengembangan proyek-proyek kilang BBM. Pasokan gas juga diperuntukkan bagi industri di Sumatera Bagian Utara dan Jawa Barat serta untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan di Jawa Barat.
Pembelian volume LNG di luar DMO, dilakukan untuk mendukung pengembangan proyek hulu dari Lapangan Jangkrik dan North East Jangkrik di Kalimantan Timur untuk memenuhi kebutuhan gas nasional. Dengan ditandanganinya perjanjian jual beli ini, proyek Jangkrik dan North East Jangkrik dapat segera dimulai.
Komitmen pasokan LNG ini akan menambah volume komitmen pasokan LNG Pertamina, yang sebelumnya telah mendapatkan komitmen sebanyak 1,52 MTPA dari Cheniere melalui Corpus Christi Project yang akan dimulai pada tahun 2019 dan 1 MTPA dari Afrika yang akan dimulai pada awal tahun 2020.
“Seluruh pasokan LNG tersebut akan digunakan untuk memenuhi permintaan gas domestik yang meningkat tiap tahunnya. Pertamina siap untuk menjalankan peran penting, terutama dalam pengadaan LNG dan perkembangan kebutuhan infrastruktur seperti LNG regasifikasi dan penerimaan fasilitas seperti pipa gas di Indonesia,” ujar Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani.