Selasa 07 Jul 2015 12:15 WIB

Pola Khotbah Jumat di Masyarakat

Khutbah Jumat (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Khutbah Jumat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Tim Badan Pengembangan dan Peneitian Kementrian Agama RI * (Studi Kasus di Masjid-Masjid Wilayah Indonesia Bagian Barat, NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepulauan Riau, Sumsel, Banten)

Khatib Jumat yang ideal haruslah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga dapat memahami karakter masyarakat.Penunjukan khatib pada masjid di wilayah sasaran penelitian merupakan hak prerogatif pengurus masjid dan didasarkan pada kompetensi yang memadai (pendidikan dan teknik khutbah).

Materi khutbah yang diberikan yang umumnya diberikan di masjid sasaran adalah masalah aqidah atau tauhid (rukun iman), syariah; ibadah (thaharah, shalat, zakat, shadaqah, puasa, dan haji) dan muamalah (hukum perdata, hukum publik), akhlaq (moral), Al-qur’an, dan As-Sunnah.Tidak ada materi khutbah yang mengarah pada persoalan khilafiyah (perbedaan) agama dan khusus bagi masjid yang dikelola Muhammadiyah persoalan tahayul dan khurafat masih menjadi prioritas utama dalam materi dakwah. Dan ada upaya dari para khatib-khatib di beberapa masjid sasaran menyesuaikan tema khutbah dengan heterogenitas jamaah masjid dan mengkaitkan dengan peristiwa aktual yang tengah terjadi.

Bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan tidak terlalu mempersoalkan masalah khilafiyah (perbedaan) dalam agama. Sedangkan di daerah pinggiran kota masih mempersoalkan, meski tidak sampai memicu konflik. Khutbah jumat dalam wilayah kota dipandang oleh masyarakat sebagai sebuah keniscayaan, karena telah melekat dalam rukun Islam Jumat. Justru karena itu, kebanyakan jamaah cenderung pasif. Namun ada ketertarikan terhadap khutbah yang disampaikan dengan retorika tertentu., misalnya kelangan suara khatib atau variasi penggunaan bahasa.Sebagian jamaah (masyarakat) di masjid sasaran terutama di wilayah perkotaan berharap durasi khutbah tidak terlalu lama dan menyinggung persoalan yang bersifat aktual.

Masjid sasaran penelitian umumnya merupakan masjid Raya (masjid propinsi), masjid Agung (masjid di wilayah perkotaan-kabupaten), masjid Besar (masjid di wilayah kecamatan), dan masjid Jami’ (masjid di wilayah desa atau kelurahan).

Sementara ideologi masjid-masjid di wilayah sasaran umumnya berkaitan dengan dua oraganisasi keagamaan terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama, meskipun sangat terbuka kesempatan bagi berbagai kelompok keagamaan lainnya untuk menggunakan masjid sebagai tempat untuk menyemaikan ide-idenya. Khutbah di masjid dilakukan sembari meninfiltrasi ideologi yang azas gerakan tersebut.Hal sebaliknya juga bisa terjadi, artinya masjid juga bisa digunakan untuk menyemaikan ide-ide  kerukunan dan harmonisasi antarumat beragama, karena definisi jihad memiliki makna luas. Sehingga konsep “incubator jihadism”, bisa dimaknai jihad  untuk perdamaian.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement