Jumat 24 Jul 2015 15:46 WIB

OJK Keluarkan 35 Kebijakan Stimulus Perekonomian

Rep: Binti Sholikah/ Red: Satya Festiani
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan OJK agar industri keuangan menarik perekonomian nasional berjalan lebih cepat dan stabil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Kebijakan-kebijakan ini diharapkan mampu menjaga pertumbuhan kredit perbankan, pertumbuhan pasar modal dan perkembangan Industri Keuangan Non Bank agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh sesuai target,” jelas Muliaman dalam konferensi pers di acara halal bi halal di Kantor Pusat OJK Jakarta, Jumat (24/7).

Sebanyak 35 kebijakan yang dikeluarkan OJK terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor Pasar Modal, empat kebijakan di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan empat kebijakan di bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Beberapa kebijakan tersebut bersifat temporer selama dua tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian ke depan.

Muliaman menjelaskan, kebijakan tersebut memperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi ekonomi global akan sangat mempengaruhi ekonomi domestik secara langsung maupun tidak langsung. Di eksternal, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) bisa terjadi tahun ini. Kemudian penyelesaian Yunani dan prospek ekonomi Cina. Yunani telah mencapai kesepakatan dengan kreditur dengan dana talangan sebesar 86 miliar euro. Zona euro juga mengalami surplus neraca perdagangan pada Mei sebesar 18 miliar euro.

Pertumbuhan ekonomi Cina di kuartal II sebesar 7 persen, lebih baik dari prediksi pasar sebesar 6,8-6,9 persen. Sektor pertanian dan jasa di Cina tumbuh lebih cepat dibandingkan industri manufaktur yang tumbuh lebih lambat. Negara lain yang menjadi perhatian, Jepang memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di nol persen.

Di dalam negeri, BI rate dipertahankan di level 7,5 persen. Neraca perdagangan Indonesia pada Juni surplus. Namun, penjualan mobil dan sepeda motor drop dibandingkan 2014, terjadi pelambatan 18,2 persen umtuk mobil dan 24 persen untuk motor.

Beberapa faktor tersebut menyebabkan upside risk dan downside risk, yang harus dipantau secara dekat. Namun, geliat perbaikan ekonomi Amerika dinilai cukup membawa optimisme, yang diharapkan membawa dampak positif pada industri nasional di semster kedua.

Muliaman menambahkan, OJK berharap peranan industri keuangan nasional bisa terus mengisi ketika ekonomi mengalami penurunan pertumbuhan. Banyak kebijakan-kebijakan yang ditempuh akan membuat bank memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan pembiayaan. "Ada kebijakan-kebijakan yang direstatement kembali, untuk memberikan ruang lebih besar kepada bank untuk memberikan pembiayaan lebih lanjut. Ini bisa dipakai untuk meng-counter siklusnya. Sehingga bisa membantu mendorong recovery perekonomian yang ada," imbuh Muliaman.

Selain itu, beberapa kebijakan yang dikeluarkan juga bersifat sementara. Sebab, OJK tidak ingin mengorbankan prinsip kehati-hatian. Kebijakan itu akan dicabut jika situasinya sudah normal kembali. Sehingga kebijakan-kebijakan tersebut tidak perlu menggunakan POJK melainkan keputusan Dewan Komisioner sampai situasi kembali normal.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement