REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh lintas umat agama sepakat untuk membuat gerakan nasional anti ektrimitas, radikalitas, dan eksklusifitas. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin.
Din mengatakan, di dalamnya gerakan nasional itu akan diisi oleh tokoh-tokoh yang akan mensosialisasikan pentingnya agama yang inklusif. Selain itu, gerakan tersebut sepakat untuk menolak adanya inklusifitas dalam agama.
"Hari ini ada kesepakatan dengan tokoh antar umt beragama, kita akan membentuk gerakan nasional anti ektrimitas, radikalitas, dan eksklusifitas," kata Din saat acara dialog dengan tema "Faktor-faktor dan Aktor Intelektual di balik Tindak Kekerasan atas nama Agama" di kantor CDCC, Menteng, Jumat (24/7).
Din mengungkapkan, pembentukan gerakan tersebut merupakan kelanjutan dari pertemuan tokoh agam saat di istana. Menurutnya gerakan ini juga berupaya untuk mencegah kejadian seperti di Tolikara tidak terulang kembali.
"Kita upayakan ke arah pencegahan agar kejadian di Tolikara tak terjadi lagi," ujar Din.
Din menambahkan, kekerasan atau tindakan ekstrim atas nama agama menjadi ancaman serius bagi kehidupan bangsa yang majemuk di Indonesia. "Apalagi kelompok agama yang inklusif yang menganggap kelompok lain adalah salah dan harus diusir, kata Din.
Din menegaskan umat beragama di Indonesia harus punya ketahanan dan keberanian menolak aktor intlektual yang selalu menggunakan agama untuk merusak kehidupan bangsa. "Kami para tokoh bertekad menegaskan komitmen kawal NKRI dari upaya apapun yang ingin merusaknya. Kami juga minta agar seret pelaku insiden Tolikara ke ranah hukum," ujar Din.
Dalam kesempatan itu hadir Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Din meminta Badroin untuk serius menyingkap dan menangkap aktor intelektual di balik insiden Tolikara yang terjadi di hari raya Idul Fitri.