REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) M Arief Rosyid Hasan mengemukakan, bagi Indonesia, ekstremisme keagamaan sesungguhnya bukanlah masalah yang muncul dari dalam, melainkan merupakan perpanjangan pengaruh dari konflik di wilayah lain, terutama Timur Tengah.
“Hanya karena membawa simbol dan sentimen keagamaan, kelompok seperti Al Qaeda, Taliban, atau belakangan ISIS, dapat menimbulkan simpati dan membangun sel-sel pengikutnya di Indonesia,” tutur Arief saat bersama wakil empat ormas pemuda lainnya bertemu Perdana Menteri Inggris David Cameron di Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Jakarta, Selasa (28/7).
Arief mengungkapkan, kenyataan menunjukkan sasaran yang paling rentan terpengaruh dan menjadi pengikut kelompok ekstrem/radikal adalah kaum muda. Pertama, karena kelompok usia ini masih labil dalam pegangan nilai keagamaan.