REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten A Romly menyatakan paham radikalisme ada di semua agama, maka tidak adil kalau hanya Islam yang disorot. "Pada semua ajaran agama ada paham radikalisme, maka menjadi kewajiban para tokohnya untuk meredam paham itu jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan pihak lain," katanya di Pandeglang, Sabtu (1/8).
Menurut dia, untuk Provinsi Banten semua tokoh agama, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan aliran kepercayaan lainnya telah sepakat untuk meredam dan mengendalikan paham radikalisme itu. "Makanya tidak ada bentrokan antaragama di Banten. Paham radikalisme ada, tapi kita menyelesaikannya secara internal masing-masing," katanya.
Romly mengajak semua institusi keagamaan dan tokoh agama di Indonesia untuk mencegah agar faham radikalisme ini tidak berkembang dengan memberikan pemahaman ajaran agama yang sebenarnya pada masing-masing pengikut.
Dia menyatakan, mencegah faham radikalisme mutlak harus dilakukan dan merupakan bagian dari upaya mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Kita semua telah sepakat untuk mempertahankan NKRI, Pencasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, dan salah satu yang bisa dilakukan oleh para tokoh agama yakni mencegah berkembangnya faham radikalisme itu," ujarnya.
Dia juga mengajak umat Islam di Provinsi Benten menjadi contoh dalam bersikap tolerensi dalam menjalankan hidup beragama. Dari dulu masyarakat Banten bisa menghargai agama lain dan dapat berdampingan. "Kita selalu diajarkan oleh para ulama untuk saling menghargai, bahkan tidak boleh mengganggu umat agama lain. Gereja dan tempat ibadah agama lain harus dilindungi, tidak boleh dirusak," katanya.
MUI Banten, kata dia, selalu menjalin komunikasi dengan tokoh agama lain dan selalu mengundak mereka ketika ada acara, seperti pada Kongres Umat Islam Banten kali ini dihadiri semua tokoh agama, termasuk Konghucu.