Kamis 06 Aug 2015 06:12 WIB
Muktamar Muhammadiyah

Buya Syafii: Muhammadiyah Patut Belajar dari Partai Masyumi

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif.
Foto: Prayogi/Republika
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1998-2005 Ahmad Syafii Maarif mengatakan, Muhammadiyah patut mengambil pelajaran saat terlibat dalam Partai Masyumi terutama terkait berbagai masalah dalam mendirikan serta mengelola sebuah partai politik Islam.

"Muhammadiyah memiliki pengalaman yang tidak bahagia seperti saat bersama Partai Masyumi dan Parmusi," kata Syafii di sela-sela pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Rabu Malam.

Menurut Syafii, mendirikan dan mengelola partai akan membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Untuk itul, dia mengharapkan Muhammadiyah tetap menjadi ormas keagamaan yang tidak terjun langsung ke kancah politik.

Meski begitu, pendiri Maarif Institute ini berpendapat bahwa kader Muhammadiyah dapat masuk ke dunia politik secara individu. Alasannya, sudah saatnya bagi Muhammadiyah menjadi penentu kebijakan pemerintah lewat kadernya yang masuk ke birokrasi.

Selama ini, lanjut dia, Muhammadiyah cenderung membantu negara dalam pemberdayaan masyarakat tapi belum dapat menjadi penentu utama kebijakan pemerintah. Syafii mensyaratkan bagi kader Muhammadiyah yang ingin terjun ke dunia politik harus memiliki mental baja atau tahan banting terhadap berbagai tantangan dan problematika kebangsaan.

Dengan kata lain, ada standar tinggi yang disyaratkan apabila seorang kader ingin terjun ke hingar bingar perpolitikan nasional. Satu hal yang tidak kalah penting, kata dia, kader yang masuk ke perpolitikan harus sejahtera terlebih dahulu sebelum berpolitik praktis.

"Kalau mau masuk harus sudah mapan ekonominya terlebih dahulu agar tidak mementingkan diri sendiri untuk menjaga asap dapurnya tetap mengepul," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement