REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syariah Bukopin menargetkan rasio kredit bermasalah (non performing finance/NPF) di bawah 3 persen sampai akhir tahun 2015.
Direktur Utama Bank Syariah Bukopin Riyanto mengatakan, saat ini rasio NPF perusahaan telah turun dari 4 persen menjadi 3 persen (gross). Untuk menurunkan rasio NPF, strategi yang dilakukan perusahaan melalui penagihan, retsrukturisasi pembiayaan, dan memperbaiki sistem pembiayaan lebih baik lagi. Selain itu, pemilihan segmen bisnis lebih terarah, dengan mengikuti kondisi yang ada.
"Beberapa segmen sedang kita hindari, itu manfaat strategi fokus, terakhir prudential banking kita tingkatkan," kata Riyanto seusai RUPSLB di gedung Bank Syariah Bukopin Jakarta, Rabu (26/8).
Saat ini, perusahaan lebih fokus menyalurkan pembiayaan ke segmen pendidikan dan kesehatan. Karena kedua segmen tersebut relatif memiliki daya tahan. Porsi pembiayaan pendidikan dan kesehatan ditargetkan mencapai 40 persen dari total pembiayaan. Sedangkan segmen konsumer seperti kredit kendaraan bermotor lebih dibatasi.
"Posisi sekarang NPL gross 3,06 persen. Harapannya NPF sampai akhir tahun di kisaran 2,5-2,6 persen caranya dengan selesaikan penagihan," imbuh Direktur Bisnis Bank Syariah Bukopin Aris Wahyudi.
Pembiayaan Bank Syariah Bukopin ditargetkan tumbuh 20 persen sampai akhir tahun 2015. Aris menyatakan, pada semester II-2015 pembiayaan ditargetkan naik sekitar Rp 300 sampai Rp 500 miliar atau tumbuh 20 persen. Selain pendidikan dan kesehatan, porsi pembiayaan mikro dan UKM juga akan ditingkatkan. Saat ini porsi pembiayaan mikro dan UKM mencapai 70 persen dari total pembiayaan.
Sampai dengan Juni 2015, total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 3,8 triliun, tumbuh 9 persen (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 4 triliun atau tumbuh 20,43 persen (yoy). Laba bersih tercatat naik 104,9 persen (yoy) menjadi Rp 12,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 6 miliar,
"Sampai akhir tahun profit kalau tidak ada hambatan bisa tumbuh dua tiga kali tahun lalu. DPK tumbuh 20 persen sampai akhir tahun," imbuh Riyanto.