Kamis 27 Aug 2015 06:30 WIB

BI: Rupiah Masih Terkendali Dibanding Negara Lain

Gubernur BI Agus Martowardojo berjalan memasuki ruangan sebelum mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/8).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Gubernur BI Agus Martowardojo berjalan memasuki ruangan sebelum mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan tekanan yang dialami rupiah saat ini masih relatif terkendali dibandingkan mata uang negara lain yang lebih tertekan terhadap pergerakan dolar AS.

"Dalam jangka pendek mohon tetap tenang kalau ada tekanan terhadap rupiah, karena banyak mata uang negara tetangga yang lebih tertekan," kata Agus saat ditemui seusai bertemu pimpinan DPR RI di Jakarta, Rabu malam.

Agus menjelaskan kurs rupiah dan bursa saham Indonesia saat ini mengalami tekanan eksternal akibat rencana penyesuaian suku bunga Bank Sentral AS (The Fed), rendahnya harga minyak dunia, dan aksi devaluasi Yuan Tiongkok.

Namun, kondisi yang sama juga dialami oleh negara-negara berkembang lainnya dan situasi Indonesia masih jauh lebih baik, karena fundamental ekonomi dalam keadaan bagus dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda krisis.

"Rupiah sepanjang Januari-Agustus depresiasi 13 persen, tapi Malaysia, Turki, Brasil, dan Eropa jauh lebih tertekan. Mata uang kita dibanding mereka, kita menguat. Ini kondisi dunia yang harus kita hadapi dengan baik," ujarnya.

Ia memastikan dalam menghadapi gejolak yang menggoyahkan kepercayaan pelaku pasar keuangan, Bank Indonesia akan selalu menjaga pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar fluktuasinya tidak terlalu tajam.

Agus bahkan mengimbau dalam jangka pendek agar para eksportir tidak lagi menyimpan dolar AS, sebagai antisipasi supaya rupiah tidak terus mengalami depresiasi dan pergerakan saham di pasar modal relatif mudah terpantau.

"Saya sangat merekomendasi eksportir untuk melepas dolarnya, supaya ada suplai atau ketersediaan dolar dalam negeri. Karena current account kita walaupun menurun, masih defisit. Jadi kita perlu kebutuhan dolar untuk impor," ujarnya.

Menurut Agus, untuk mengatasi masalah ekonomi yang telah menjadi perhatian masyarakat saat ini, dibutuhkan kerja sama dari seluruh pihak termasuk pemerintah, legislatif, dan otoritas terkait untuk mencari solusi terhadap guncangan.

"Kita memang perlu ada komitmen nasional untuk bersama-sama menghadapi periode yang sebetulnya bukan dari kita salahnya, tapi dari luar, karena krisis global yang sudah berlangsung selama tiga tahun," ujar mantan Menteri Keuangan ini.

Ia mengatakan salah satu solusi yang dapat diupayakan adalah terus melakukan reformasi struktural, termasuk di antaranya mendorong pengembangan industri pengolahan untuk meningkatkan potensi nilai tambah dari suatu produk.

"Indonesia jangan lagi mengandalkan kegiatan pada bisnis ekspor sumber daya alam mentah, kita harus lakukan proses nilai tambah dan membangun infrastruktur, agar investor berdatangan dan kembali masuk," kata Agus.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement