REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati Hisab dan Rukyat Agus Mustofa akan mengajukan gagasan agar tidak terjadi perbedaan pelaksanaan Idul Adha baik di Indonesia maupun di dunia. Diskusi itu akan digelar di Malang pada 11 dan 12 September 2015. Acara tersebut melibatkan ahli falak dari perwakilan ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta akademisi.
"Arah diskusinya akan membahas kemungkinan penetapan Idul Adha berdasarkan prosesi wukuf di Arafah," ujar Agus ketika dihubungi ROL, Kamis (3/9). Alumni Teknik Nuklir Universitas Gajah Mada itu menekankan, untuk perayaan Idul Adha sudah semestinya seluruh dunia merujuk pada prosesi haji di tanah suci.
Ia menyatakan, jika jamaah haji di tanah suci menjalani proses wukuf maka Muslim di seluruh dunia menunaikan puasa arafah dan keesokan hari merayakan Idul Adha. "Jadi tidak perlu mempersoalkan hisab dan rukyat," katanya.
Agus mengaku, saran itu akan disampaikan ke Kementerian Agama sebelum sidang itsbat penentuan awal Dzulhijjah berlangsung. Ia mengaku, pandangan tersebut pernah dilakukan oleh Mesir. Pada 2010, ujarnya, perhitungan kalender Mesir berbeda dengan Arab Saudi. Mesir, ketika itu, lantas mengikuti proses haji di tanah suci dan menetapkan Idul Adha seperti Arab Saudi.
Agus sendiri memprediksi tahun ini akan terjadi perbedaan pendapat dalam penentuan awal Dzulhijjah. Ia menjelaskan, peralihan dari Dzulqo'dah menuju Dzulhijjah akan terjadi pada Ahad (13/9). Pada maghrib, ketinggian hilal berada di atas nol derajat namun di bawah satu derajat.
Kalau seperti itu, ia mengatakan, Muhammadiyah dengan wujudul hilal menetapkan Senin (14/9) sudah masuk Dzulhijjah. NU akan tetap berupaya merukyat sedangkan pemerintah yang menganut imkanur rukyat menetapkan kriteria hilal dua derajat.
"Karena tipis kemungkinan besar akan digenapkan dan diperkirakan tahun ini NU akan sama dengan pemerintah," ujarnya.