REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah kabar rencana pemberian kelonggaran izin mendirikan minimarket di daerah. Meskipun tengah terjadi perlambantan ekonomi dan pemerintah berupaya memulihkannya dengan serangkaian Paket Kebijakan Ekonomi, teknis perzinan mendirikan minimarket masih mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) 112/2007.
Di mana pendiriannya harus mengacu para rencana tata ruang dan wilayah kabupaten kota. Ia pun harus berdasarkan ketentuan teknis lainnya dengan mempertimbangkan jarak dan kondisi sosial ekonomi penduduk setempat.
"Memang ada edaran Mendag tentang izin mendirikan toko swalayan yang harus menyesuaikan dengan perpres 112, tapi itu untuk mengubah beberapa nomenklaturnya saja, kalau soal teknis dan substansi tidak ada perubahan," kata Direktur Bina Usaha Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Vetmayeti kepada Republika pada Kamis (24/9).
Revisi, lanjut dia, menyangkut penyesuaian nomenklatur dari istilah "toko modern" menjadi "swalayan". Ditambahkan pula sejumlah pasal tentang pasar rakyat. Saat ini draf revisi sudah masuk biro hukum untuk legal drafting. Ia menegaskan tidak ada perubahan ataupun kelonggaran karena pasar rakyat tetap harus jadi prioritas.
Berdasarkan riset, Vetmayeti menyebut setiap tahunnya terjadi pertumbuhan keberadaan toko swalayan sebanyak 12 persen. Secara keseluruhan, jumlah swalayan se-Indonesia sebanyak 23 ribu, terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Sumatera. Pertumbuhan tersebut masih wajar karena jumlah warung rakyat pun masih tumbuh baik yakni sejumlah 3,3 juta warung dan toko.
"Alfamart kemarin saja melaporkan telah membina 150 ribu warung-warung di sekitarnya," lanjut dia. Sebab pendirian swalayan harus dibarengi kesiapan pemiliknya untuk membina dan bersinergi dengan pengusaha rakyat.
Swalayan juga harus memfasilitasi produk UKM dan IKM masuk swalayan serta melakukan pembinaan skill manajemen usaha rakyat. "Semuanya sudah melakukan itu, karena menjadi salah satu syarat mendirikan minimarket," katanya.
Kemendag bahkan telah mengeluarkan surat edaran bagi pemerintah daerah yang belum memiliki rencana detail tata ruang (RDTR) maka belum boleh untuk membangun minimarket, supermarket dan department store. Ia merupakan turunan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan dalam Perda.
Posisi Kemendag, kata Vetmayeti, yakni sebagai peletak regulasi sementara pelaksana perizinannya ada di tangan pemerintah daerah. Pengawasan pun dilakukan oleh Pemda setempat meski pemerintah pusat pun melakukan pengawasan melalui dinas-dinasnya di daerah.