Oleh: Prof Nasruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan titik dibawah huruf ba banyak dibahas didalam kitab-kitab tafsir Isyari dan kitab-kitab tasawuf. Menurut riwayat dari A-Hafiz ibn Sulaiman ibn Ibrahim al-Qun duzy, sesungguhnya seluruh ra hasia kitab-kitab samawi tersimpul di dalam Alquran.
Rahasia keseluruhan Alquran tersimpul di dalam surah al-Fatihah, dan rahasia keseluruhan surah al-Fatihah tersimpul di dalam basmalah, dan rahasia basmalah terletak pada sebuah titik di bawah huruf ba di awal kalimat.
Dalam kitab tafsir Isyari, penciptaan alam raya dihubungkan dengan sumpah pertama Allah dalam Alquran, yaitu Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun (Demi Pena dan apa yang dituliskannya). Di antara mereka ada yang memahami secara semiotik bahwa nun adalah botol tinta, dan al-qalam adalah pena penciptaan.
Huruf pertama yang ditulis pena itu ialah satu titik yang kemudian disimbolkan di bawah huruf ba pa da lafaz bi ism Allah. Titik itu menjadi starting point terhadap tulisan pena itu. "Tidak gugur sehelai daun melainkan sudah tercatat di dalam Lauh Mahfuz".
Hadis ini dihubungkan dengan pena suci itu. Kumpulan-kumpulan tulisan pena menjadi al-kitab dan menjadi hukum kauniyyah. Pena suci itu terus berjalan.
Tulisan-tulisannya mustahil akan bisa dipahami semua oleh manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran: "Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan-ku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat- kalimat Tuhanku meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS al-Kahfi [18]:109).
Lebih dipertegas lagi di dalam ayat lain: "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah." (QS Luqman [31]:27).
Pembahasan rahasia titik di bawah huruf ba mengingatkan kita kepada penciptaan awal yang dikaitkan dengan teori dentuman awal (the big bang) oleh para filsuf Platonisme. Para filosof dan kalangan sufi mempunyai kesamaan logika bahwa asal-usul kejadian makrokosmos (dan dengan sendiri-nya mikrokosmos) berasal dari sebuah titik yang maha padat ciptaan Tuhan.
Karena sedemikian padatnya maka kemudian mengalami ledakan dan partikel-partikel pecahannya kemudian mengalami pro ses pembesaran (expanding universe) yang dalam bahasa Al quran diistilah kan dengan wa inna la- musi'un (lalu Kami me luas kannya QS al-Dzariyat [51]:47).
Partikel-partikel itu dihubungkan dengan galaksi bimasakti (milky way) dengan seluruh famili planet yang ada di dalam kawasannya. Dalam wacana tasawuf, partikel-partikel utama disebut dengan syajaratul baidha'
yang menjadi asal-usul dari segala ciptaan. Ibnu 'Arabi menghubungkannya de- ngan entitas-entitas luar (external entitiesal-a'yan al-kharijiyyah).
Sebuah partikel yang mengalami proses pemadatan jika mencapai pun cak pemadatannya akan melahirkan ledakan. Sebaliknya sebuah partikel yang terus-menerus meng- alami pengembangan maka pada akhirnya juga akan meledak, seperti balon yang ditiupkan udara ke dalamnya, semakin banyak udara masuk semakin membengkak balon itu dan pada puncaknya juga akan terjadi ledakan.
Jadi, ledakan bisa terjadi karena pemadatan dan ledakan bisa juga terjadi karena pengembangan.
Perbedaan mendasar antara filsuf dan sufi ialah konsep asal-usul penciptaan alam semesta. Kalangan filsuf berpendapat bahwa asal-usul alam semesta (universe) ialah terjadi dengan sendirinya (creatio ex nihilo)
meskipun kalangan filsuf lainnya tidak puas karena memang susah dinalar secara logika murni bagaimana ada sesuatu tanpa ada yang mengadakannya, bagaimana sebuah ciptaan (creation) bisa ter- cipta tanpa ada pencipta (khaliq/ creator).
Bagi para sufi , terjadinya al- a'yan al-kharijiyyah adalah kelanjutan dari ta'ayyun awwal, yaitu proses dari Ahadiyah ke Wahidiyyah. Yakni dari sisi Tuhan sebagai Sirr al-Asrar/the Secret of the Secred kemudian ingin mengenal diri- Nya lalu memperkenalkan diri-Nya melalui Sifat-sifat dan Nama-namanya.
Sisi Tuhan yang pertama disebut Ahadiyyah dan sisi yang terakhir disebut Wahidiyyah (supaya tidak bias lihat artikel terdahulu tentang Ahadiyyah dan Wahidiyyah dan al-A'yan al-Tsabitah). Sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT yang ada di dalam al-A'yan al-Tsabitah menuntut konsekuensi maka proses entitas terus berlanjut dan tidak hanya berhenti pada al- A'yan al-Tsabitah.
Sulit memahami Allah sebagai Rabb dan Ilah tan pa marbub dan ma'luh yang menyembahnya. Sulit dipahami Tuhan seba- gai Maha Pencipta (al-Khaliq) tanpa makhluq. Sulit memahami Allah SWT Ma ha Pemberi (al-Wahhab) tanpa objek yang diberi (mauhub), dan seterusnya. Konsekuensi inilah yang melahirkan alam semesta yang merupakan kelanjutan proses dari al-A'yan al-Tsabitah.
Beda antara keduanya ialah al-A'yan al- Tsabitah, entitasnya permanen atau biasa disebut wajib al-wujud.
Sedangkan, alam se mes ta, termasuk manusia, adalah enti tas baharu (al-a'yan al-hawadits) atau biasa disebut dengan mumkin al-wujud.
Baik yang pertama maupun yang kedua, asal-usulnya terlacak dan jelas, semuanya dari Allah SWT.
Allah SWT disebut Ibnu -rabi sebagai al-Haqq dan makhluk-Nya disebut al-khalq. Allahu a'lam.