REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak klaim Rusia bahwa pihaknya memanfaatkan perdagangan minyak dengan kelompok militan negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Erdogan menyebut tuduhan itu sebagai fitnah. Erdogan membantah klaim Rusia dan ia siap mengundurkan diri jika tuduhan tersebut terbukti benar.
"Tidak ada yang memiliki hak untuk terlibat dalam fitnah terhadap Turki dengan mengatakan bahwa Turki membeli minyak dari ISIS," ujarnya seperti dikutip dari laman BBC, Kamis (3/12).
Erdogan menyebut respon Rusia tidak proporsional dan mengatakan Turki akan mengambil langkah-langkah sendiri jika hal ini terus berlanjut. Namun pihaknya belum menentukan langkah yang akan mereka lakukan.
Disatu sisi, dia tidak ingin melihat hubungan dengan Rusia memburuk lebih lanjut. Amerika Serikat (AS) juga menolak tuduhan Rusia.
"Kami hanya tidak percaya bahwa (tuduhan Rusia) benar dengan bentuk dan cara apapun," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia menampilkan gambar satelit yang mereka sebut menunjukkan truk sarat minyak melintas dari wilayah ISIS di Irak dan Suriah ke Turki.
Rusia mengatakan, Turki adalah pembeli terbesar minyak yang diselundupkan ISIS dan menuduh Erdogan dan keluarganya terlibat langsung.
"Menurut informasi yang tersedia, Presiden Erdogan dan keluarganya yang terlibat dalam bisnis kriminal ini," kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov di Moskow.
Namun, Rusia tidak memberikan bukti langsung dari klaim mereka bahwa Erdogan dan keluarga terlibat. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, pihaknya siap untuk bertemu dengan menteri luar negeri Turki Mevlut Cavusoglu di konferensi keamanan di Serbia pekan ini.
Ini akan menjadi pertama kalinya orang-orang telah bertemu sejak jatuhnya pesawat jet Rusia pada Selasa (24/11).