REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascaberbagai serangan Israel, berita pilu barang kali lebih sering kita dengar dari rakyat Palestina.
Di bawah tekanan, bagaimana rakyat Palestina menghidupi diri mereka? Apa Palestina punya program ketahanan pangan dan target ekspor tiga kali lipat seperti Indonesia? Tak banyak yang tahu.
Republika berkesempatan bertemu satu-satunya perusahaan perwakilan Palestina, Agricultural Techno-chemical Co. (ATCo), di Thailand Halal Assembly (THA) di Bangkok akhir Desember 2015 lalu.
General Manajer perusahaan minyak zaitun asal Bidya, Tepi Barat, Palestina, Osama bin Odeh menceritakan, lebih dari 60 tahun dijajah Israel, Palestina tak bisa berharap punya ekonomi yang sehat. Tapi mereka tetap bertahan.
Dengan sumber daya yang tak seberapa, mereka bisa menjadikannya sumber ekspor. Batu dan minyak zaitun jadi komoditas utama eskpor. Produksi minyak zaitun Palestina ada di peringkat 10 besar.
Jika musim sedang bagus, produksi minyak zaitun bisa mencapai 30 ribu ton per tahun. Jumlahnya bisa susut jadi 15 ribu ton saat musim sedang jelek. Dengan konsumsi 18-20 ribu ton per tahun, Palestina bisa mengekspor 5.000 hingga 6.000 ribu ton minyak zaitun.
''Kami memaksimalkan pemberian Allah SWT ini dengan apa yang kami bisa. Karena itu kami upayakan kualitasnya prima,'' ungkap Odeh penuh syukur.