REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- sistem informasi dan teknologi adalah salah satu bagian penting. Anak-anak tak mungkin luput dari teknologi informasi, termasuk di dalamnya televisi. Bahkan menurut Direktur RemoTivi Muhammad Haycheal, televisi dapat menggantikan posisi guru dan orangtua di rumah.
Hal tersebut dijelaskan dalam seminar publik ‘Perlindungan Anak dalam Regulasi Penyiaran’, Kamis (4/2) di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta. Sayangnya, Haycheal menjelaskan juga televisi saat ini kurang ramah dalam menampilkan program-program untuk anak.
Saat ini memang tampak sensor digalakkan, tetapi menurut Haycheal, sensor bukan berarti keseluruhan dari konten-konten berbau vulgar, mistik, maupun kekerasan harus dihilangkan dari tayangan televisi. “Yang harus kita bannedadalah justifikasi moral seolah-olah itu (kekerasan, red) benar,” tegas direktur RemoTivi tersebut.
Haycheal menjelaskan jika untuk keperluan pendidikan, bahkan kekerasan pun tidak bisa dihindari. Pada kenyataannya memang ada kekerasan. Mendidik tanpa memperlihatkan kekerasan pun menurutnya tidak dapat memberikan pengajaran yang maksimal, tidak akan pembelajaran.
Seharusnya dapat diperlihatkan kekerasan tersebut dalam televisi dengan adanya pihak otoritas yang menyatakan apa yang dilakukan itu adalah salah. Haycheal juga menekankan bahwa penyiaran di Indonesia berlandaskan demokrasi, dan seharusnya sama sekali tidak membenarkan adanya konten-konten yang menyerang pihak-pihak minoritas, atau agama tertentu.
“Serangan terhadap kelompok-kelompok Islam atau minoritas di luar Islam tidak bisa dibenarkan, kalau kita berbasic ke sana,” tegasnya.