REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Catur merupakan permainan yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW. Permainan ini dikenal melalui masyarakat persia ketika mereka memeluk Islam, sedangkan asal muasalnya konon dari India.
Saat ini catur telah banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, tidak hanya oleh kalangan tua tapi juga anak muda. Tapi, bagaimana hukum permainan tersebut menurut pandangan Islam?
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum bermain catur. Ulama yang ketat mengharamkannya, sedangkan ulama moderat membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu. Ulama yang mengharamkan permainan ini mendasarkan pendapatnya pada hal berikut ini, sebagaimana dikutip dalam buku "M. Quraish Shihab" menjawab, Jumat (12/2).
Pertama, menurut Quraish Shihab, ulama tersebut mengharamkannya berdasarkan ayat Alquran yang melarang perjudian (QS al-Ma'idah [5]: 90). Kedua, mereka berpendapat berdasarkan pada beberapa riwayat yang dinisbahkan kepada nabi, yang mengutuk atau mengecam para pemain catur dengan siksa.
Ketiga, kata dia, didasarkan pada kesamaannya dengan nardasyir (dadu). Dalam konteks ini, nabi bersabda. "Barang siapa yang bermain nardasyir, maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya (HR Malik, Ahmad, dan Abu Dawud melalui Abu Musa)."
Para ulama yang tidak menilai haram menilai menolak mempersamakan permaianan ini dengan berjudi. Menurut Quraish, penolakan tersebut jelas tempatnya. "Di mana gerakan letak persamaannya? Memang jika disertai dengan judi ia haram, tapi keharamannya adalah karena perjudian bukan karena catur," kata dia mengatakan.
Selain itu, hadis-hadis yang mengancam pemain catur kesemuanya berasal dari hadis dhaif atau lemah. Karena nabi juga tidak mungkin menilai satu hal yang belum dikenal pada masanya.