Senin 22 Feb 2016 06:01 WIB

Belajar Antikorupsi dari Umar bin Abdul Azis

Praktek Suap (ilustrasi)
Foto: breakingnewsonline.net
Praktek Suap (ilustrasi)

Oleh EH Kertanegara

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam salah satu biografi Khalifah Umar bin Abdul Azis, disebutkan bahwa pungutan liar (al-Maks) sesungguhnya adalah kejahatan yang dilarang Allah (Abdullah bin Abdul Hakam, Gema Insani Press, 2003). 

Khalifah yang dijuluki ''Penegak Keadilan'' itu mengutip Surat Huud ayat 85 yang berkisah tentang Nabi Syu'aib AS, ''... dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.''

Orang-orang yang berbuat jahat itu, kata Umar, sering menggunakan istilah lain. Dalam praktik kehidupan sehari-hari kita, ada banyak istilah tentang pungutan. Begitu pula dengan suap. Modus dan nilainya pun bermacam-macam. Mulai dari yang paling sederhana, bernilai ribuan rupiah --ketika kita melanggar lalu lintas, misalnya-- sampai miliaran rupiah dengan modus yang amat canggih. 

Dalam bahasa Arab juga ada kata risywah (suap). Kata ini, antara lain, dapat ditemukan dalam sebuah hadis yang bernada ancaman keras, ''Arrosyi wal murtasyi fin naar (Pemberi dan penerima suap [sama-sama berada] di neraka).''

Dalam biografi Umar juga disebutkan tentang kesaksian seseorang bernama Umar ibn Muhajar. Ia mengisahkan, ''Seorang lelaki mendatangi Umar bin Abdul Azis dengan membawa apel dan dia tidak mau menerimanya. Dikatakan kepada Umar, 'Dulu, Rasulullah SAW menerima hadiah.' Umar menjawab, 'Itu untuk Rasulullah dan untuk kita adalah risywah (suap), dan aku tidak memerlukan itu'.'' 

 

 

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement