REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) baru saja disahkan. Namun, suara kontra masih bergulir dari kalangan pengusaha.
"Sebenarnya sejak awal kita kurang setuju dengan Tapera, sebab memberatkan pengusaha," kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadahlia, Selasa (23/2).
Iuran perumahan tersebut memberatkan dengan UMP dan UMR yang terus meningkat. Suasana investasi pun dinilai kian kurang kondusif. Di situasi tersebut, ia menilai pengesahan UU Tapera terlalu tergesa-gesa dan sarat muatan politis.
Tapi sebab telanjur disahkan, ia meminta agar pemerintah banyak melibatkan kalangan pengusaha dan pekerja dalam menetapkana aturan teknisnya. Tujuannya agar lebih komprehensif dan sesuai dengan semangat gotong royong.
"Bahwa buruh membutuhkan perumahan, kami sangat mendukung, hanya saja harus dicarikan skema atau formula agar lebih win-win untuk semua pihak," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (23/2).
Pascadisahkan, pemerintah akan memiliki skema baru pembiayaan perumahan di mana masyarakat pekerja dan pengusaha wajib menabung untuk penyediaan rumah murah dan layak.
Bagi peserta Tapera yang berpenghasilan rendah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk membiayai program pembiayaan perumahan dengan dana murah. Sedangkan, bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dapat mengambil dana hasil tabungannya setelah pensiun.