REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca memberantas buta huruf, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kini saatnya memberantas buta keuangan di masyarakat. Tugas pun ini jadi tanggung jawab bersama.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, industri jasa keuangan punya hubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Tuntutan masyarakat juga makin besar untuk memeratakan kesejahteraan.
Dari survei yang dilakukan OJK pada 2013 lalu, literasi keuangan di Indonesia masih rendah, hanya 21 persen masyarakat di atas usia 17 tahun yang melek keuangan. Hasil riset Bank Dunia dalam Global Financial Index 2014 menyebutkan, hanya 35 persen penduduk di atas usia 15 tahun yang bisa mengakses keuangan formal dan hanya 28 persen penduduk pedesaan di atas usia 15 tahun yang punya akun formal perbankan.
"Kita tentu tidak bisa diam. penyediaan akses keuangan adalah tanggung jawab bersama. Memberantas buta keuangan butuh dukungan dan partisipasi semua pihak," ungkap Muliaman mengawali penandatanganan nota kesepahaman OJK dengan Nahdlatul Ulama mengenai pengembangan sektor jasa keuangan, literasi dan lembaga keuangan mikro di Kantor PBNU, Senin (29/2).
Peran organisasi Islam sangat diharapakan untuk bisa membuka akses keuangan bagi masyarakat melalui lembaga pendidikan, pengurus, masjid dan badan usaha yang dimiliki.Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro (LKM) bisa jadi kendaraan untuk berdayakan ekonomi umat. Sebab pertumbuhan ekonomi ada di akar rumput dimana LKM lebih dekat ke sana. Ini akan membantu menghilangkan kesenjangan.
Akses keuangan kadang tidak ada karena tidak ada pengetahuan, jarak jauh, atau harga yang mahal. Maka teknologi bisa mendekatkan akses keuangan ke tengah masyarakat. Sejak diluncurkan tahun lalu, OJK sudan memberi arahan terkait pembekalan agen dan mitigasi risiko kepada bank-bank terkait layanan keuangan tanpa kantor. Di Timur, agenda ini jadi prioritas dan OJK memberi insentif bagi bank yang mau membuka akses ke Timur.