REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga Penelitian dan Survei Pelajar-Pemuda PW Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur menyatakan 50 persen pelajar menggunakan "smartphone" sejak sekolah dasar (SD) dan 44 persen memakai sejak SMP serta 3 persen sejak SMA.
"Itu hasil dari survei yang kami lakukan pada 113 siswa dari 400-an sekolah swasta Surabaya-Sidoarjo pada Februari 2016," kata Direktur Lembaga Penelitian dan Survei PW IPNU Jatim Abdullah Muhdi di sela peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-62 IPNU di Surabaya, Rabu.
Didampingi Ketua PW IPNU Jatim Haikal Atiq Zamzami, ia mengemukakan hal itu dalam peringatan Harlah ke-62 IPNU yang dihadiri Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Jatim Drs H Supandi MPd, Guru Besar FISIP Unair Prof Kacung Maridjan MA, dan Sekretaris PWNU Jatim Prof Akhmad Muzakki.
Dalam acara yang dihadiri 60-an pengurus IPNU se-Jatim yang dimeriahkan dengan peluncuran lembaga penelitian/riset, lembaga penanggulangan NAPZA dan radikalisme, Majalah PASTI, laman IPNU Jatim, dan dialog pendidikan itu, ia menilai hasil itu cukup mengejutkan, karena 97 persen pelajar memanfaatkan alat komunikasi super canggih itu.
"Itu mengejutkan karena mereka masih tergolong SD, meski kami menemukan 59 persen penggunaannya masih positif yakni untuk berkomunikasi dengan orang tua, namun anak SD itu sangat tidak mandiri, karena itu kontrol isi chat/obrolan dari orang tua itu perlu," katanya.
Apalagi, pihaknya menemukan ada prestasi pelajar yang merosot gara-gara smartphone, meski penggunaan smartphone terbagi dalam 59 persen untuk komunikasi, 11 persen musik, 8 persen browsing, 1 persen video, 3 persen abstain, dan 18 persen lainnya, termasuk untuk "game".
Terkait aplikasi yang digunakan pelajar, ia mengatakan 65 persen untuk Line, 2 persen FaceBook/Twitter, 17 persen Google, 7 persen Youtube, 6 persen BBM/WhatsApp, dan 3 persen abstain. "Jadi, FB, WA, dan twitter tak diminati pelajar," katanya.
Menurut dia, IPNU berkepentingan dengan serangkaian survei pelajar/pemuda bukan sekadar untuk pendataan. "Dengan hasil survei itu, maka orang tua dan sekolah bisa bersikap solusi yang harus dilakukan, sedang bagi kami juga penting untuk merancang program," katanya.
Dalam kaitan solusi itu, Ketua IPNU Jatim Haikal Atiq Zamzami mengatakan siap bekerja sama dengan pihak sekolah, dinas pendidikan, Kemenag, pesantren, perguruan tinggi, dan para orang tua untuk melakukan diskusi guna mencari solusi yang tepat, karena organisasi pelajar (IPNU) lebih pas berbicara dengan pelajar.
"Kami sendiri memiliki Majalah Pasti untuk pelajar dan santri berprestasi, laman khusus pelajar dan santri, dan lembaga penanggulangan radikalisme dan NAPZA. Jadi, kami melakukan gerakan yang sistematis dan serius untuk pelajar dan santri," katanya.