Selasa 22 Mar 2016 16:08 WIB

Pengamat Ini Malah tak Sarankan Indonesia Konfrontasi Berlebihan dengan Cina

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Kapal patroli Cina di Laut Cina Selatan.
Foto: afp
Kapal patroli Cina di Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai terlalu teknokratis dalam persoalan hubungan internasional. Hal itu menyangkut insiden terbaru di kepulauan Natuna.

Pengamat Hubungan Internasional Hozkie Yosie Polimpung mengatakan Kemenhan dan Kemenlu perlu membriefing para menteri agar mengerti logika internasional.  "Jadi kita nggak murah-murah amat, tapi kita punya bargaining,"kata Yosi, Selasa (23/3).

Yosi menjelaskan membawa persoalan ini ke Mahkamah Internasional hanya akan membuang biaya. Karena kekuatan Cina di kawasan sangat besar.  Yosi mengatakan Indonesia tidak perlu melakukan kofrontasi yang berlebihan dengan Cina.

Baca juga, Menlu Minta Cina Hormati Kedaulatan Indonesia.

Ia menilai implikasinya membawa sengketa ini ke ranah hukum internasional cukup banyak. Ia mencontohkan sengketa Laut Cina Selatan yang sampai hari ini belum selesai.

Ia mengatakan gertakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada Cina memang diperlukan. Tapi hubungan baik dengan Cina pun harus tetap dipertahankan.  "Logika internasional abad 21 agak susah, nggal bisa 100 persen pro Amerika nggak bisa 100 persen pro Cina,"katanya.

Yosi mengatakan hubungan ekonomi dengan Cina kemungkinan besar akan terganggu. Ia menyarankan tetap separuh ke kanan-separuh kek kiri. "Mendayung di antara dua karang," kata Yosi mengutip Soekarno.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement