Rabu 23 Mar 2016 15:14 WIB

Komisi Pengawas Umrah Dinilai Perlu Dibentuk

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Damanhuri Zuhri
Ilustrasi Jamaah Umrah
Foto: Republika/Natalia Endah Hapsari
Ilustrasi Jamaah Umrah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wacana mengenai pembentukan Komisi Pengawas Umrah mendapat sambutan positif dari Kementerian Agama (Kemenag).

Kepala Sub Direktorat Pembinaan Umrah Kemenag M Arfi Hatim mengatakan, pihaknya sangat setuju jika dibentuk Komisi Pengawas Umrah.

Hal ini karena fungsi pengawasan Kemenag terhadap penyelenggaraan umrah masih terbatas karena sumber daya manusia (SDM) yang juga terbatas.

''Kami hanya 10 orang sedangkan jumlah kasus yang terkait dengan travel umrah banyak sekali. Jika akan dibentuk Komisi Pengawas Umrah seperti Komisi Pengawas Haji, kami sangat setuju," ujar Arfi Hatim kepada Republika, di Jakarta, Selasa (22/3).

Selama ini, lanjut Arfi, penyelenggara umrah adalah pihak swasta dan cukup sulit untuk menindak travel nakal. ''Saat satu masalah selesai, besoknya muncul puluhan kasus yang sama,'' katanya.

Sebelumnya, usulan mengenai pembentukan Komisi Pengawas Umrah disampaikan Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin.

Menurut Ade Marfuddin, pemerintah perlu segera membentuk Komisi Pengawas Umrah Indonesia untuk melindungi para jamaah dari segala bentuk kerugian yang berkaitan dengan penyelenggaraan umrah. "Ini sangat mendesak, mengingat tingginya antusiasme dan jumlah jamaah umrah setiap tahunnya," ujar Ade.

Seperti Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), lanjut dia, Komisi Pengawas Umrah Indonesia berfungsi memberikan pertimbangan, melakukan penyidikan, dan pemantauan terhadap penyelenggaraan umrah. Melalui komisi ini, masyarakat juga dapat melakukan pengaduan apabila ditipu oleh travel nakal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement