REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pengadilan antiteroris di Khartoum, Sudan Utara menjatuhkan hukuman mati kepada 22 warga negara Sudan Selatan dan penjara seumur hidup untuk tiga orang lainnya, Rabu (6/4) waktu setempat. Puluhan orang itu dieksekusi karena bergabung dengan kelompok militan di Darfur.
"Hakim menjatuhkan hukuman mati kepada mereka dengan cara digantung atas dakwaan terorisme, melawan negara, angkat senjata melawan negara dan merusak tatanan konstitusional," kata jaksa pembela Mahjoub Dawoud kepada Reuters.
Para terdakwa merupakan anggota Gerakan Keadilan dan Kesetaraan, kelompok pemberontak berbasis di Darfur yang mengangkat senjata melawan Pemerintah Sudan pada 2003, dan mengeluhkan bahwa kawasan mereka dipinggirkan. Kelompok dipimpin Bakhit Abdul Karim (Dabjo) itu menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Khartoum pada 2013.
Tak lama setelah perjanjian tercapai, kelompok itu menyerahkan senjata mereka kepada pemerintah dan sebagai imbalannya Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir mengampuni anggota kelompok tersebut. Meski demikian, amnesti presiden itu tidak mencakup 25 warga negara Sudan Selatan. Pemerintah menganggap mereka sebagai pejuang asing dan menyeret mereka ke pengadilan karena mengangkat senjata melawan Sudan.
Para pengacara terdakwa mengatakan mereka akan mengajukan banding atas vonis pengadilan itu pekan depan, dan mengimbau otoritas Sudan untuk memperlakukan klien-klien mereka sebagai tahanan perang. Sudan sering kali menuding negara tetangganya itu mendukung pemberontak di kawasan-kawasan Darfur, Nil Biru, dan Kordoba Selatan.
Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Sudan pada 2011 setelah perang sipil selama beberapa dekade yang dipicu oleh masalah minyak dan etnis, membantah tudingan itu dan balik menuduh Khartoum mempersenjatai milisi di wilayahnya.