Kamis 14 Apr 2016 12:17 WIB

Pendapatan Tax Amnesty Diminta tak Dimasukkan dalam APBN-P

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Pekerja melintas pada sosialisasi pembayaran pajak di gedung perkantoran Jakarta, Selasa (2/3).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pekerja melintas pada sosialisasi pembayaran pajak di gedung perkantoran Jakarta, Selasa (2/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- ‎Pemerintah akan mengajukan perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN-P) 2016. Dalam perubahan ini, pendapatan dari kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty telah dihitung dan dimasukkan, harapannya agar dana dari kebijakan ini bisa menutupi defisit kekurangan negara.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia Untuk Transparansi Indonesia (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan,‎ pemerintah seharusnya tidak serta merta memasukan tax amnesty dalam APBN-P. Sebab rancangan undang-undang (RUU) tax amnesty disebut masih memiliki kekurangan, tidak aplikatif, dan tidak terlalu berdampak pada penutupan defisit APBN.

"Tax amnesty bukan solusi, bukan hal yang mendesak karena adanya vitamin dari Panama Papers. Justru dengan adanya Panama Papers, tax amnesty seharusnya dibatalkan dan pemerintah harus memperbaiki sistem pemungutan perpajakan kita yang lebih prioritas," ujar Yenny dalam jumpa pers di kantornya, di Jakarta, Kamis (14/4).

Menurut Yenny, keberadaan tax amnesty justru akan menjadi 'karpet merah' ‎bagi wajib pajak (WP) badan maupun perorangan yang telah lama mengemplang pajak. Apalagi dari kebijakan tax amnesty, pemerintah hanya mendapatkan pemasukan yang ditaksir sekitar Rp 60-80 triliun. Dana ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlah pajak yang tidak dibayarkan selama ini.