REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) AMIK BSI Pontianak perdana menyelenggarakan kegiatan seminar nasional bertemakan IT, Ethics, Regulation, & Cyber Law. Acara tersebut digelar di Ballroom Meranti, Hotel Mercure Pontianak, Rabu (13/4).
Seminar dihadiri 150 peserta. Mereka berasal dari berbagai kalangan, yakni mahasiswa, pelajar, guru, dosen, lembaga pemerintahan dan organisasi profesi.
Seminar yang digelar AMIK BSI Pontianak bekerja sama dengan Polda Kalimantan Barat ini menampilkan dua orang pembicara yang sangat kompeten di bidangnya. Pertama, Prof Dr Ir Marsudi Wahyu Kisworo, seorang praktisi IT dan dosen. Pembicara kedua adalah Wakil Direktur (Wadir) Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar AKBP Winarto SH MH.
Direktur Bina Sarana Informatika (BSI) Ir Naba Aji Notoseputro mengatakan, seminar tersebut bertujua untuk mengedukasi masyarakat tentang cyber law, terutama generasi muda harus paham beretika di dunia maya. “Selain itu juga sebagai implementasi dari ilmu pengetahuan kami sebagai orang komputer dan IT untuk berbagi bagaimana penggunaan IT yang aman, baik dan jangan sampai diretas,” ujar Naba Aji.
Marsudi menjelaskan, dunia masa depan anak muda adalah IT. “Karena itu, masyarakat harus selalu siap menghadapi kemajuan IT dengan segala konsekuensinya seperti berperilaku, ancaman keamanan dan budaya yang berbeda,” kata Marsudi.
Menurut Marsudi, seminar mengenai cyver law ini sangat penting bagi penyadaran masyarakat agar beretika dalam menggunakan IT. Ia menegaskan, teknologi merupakan alat yang sakti. Banyak hal yang berubah karenanya.
“Ancaman yang terjadi di dunia cyber yang saat ini marak adalah identity thief. Ini banyak terjadi pada perbankan. Penyebarannya dapat melalui virus saat kita melakukan transaksi e-banking,” jelasnya.
Berkaitan dengan cyber law, lanjut Marsudi, secara praktis masyarakat perlu memahami bahwa di dunia maya ada hukum yang mengatur. Mereka tidak dapat secara bebas berkoar-koar, mencaci maki atau mengumbar informasi dirinya yang menjadi peluang cyber crime.
Menurutnya, untuk mengatasi kejahatan cyber di Indonesia salah satu aspek yang penting, yakni pemerintah membuat regulasi yang membatasi pemberian sanksi pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. “Indonesia memerlukan UU cyber yang lebih komprehensif untuk menyatukan semua aspek seperti di negara lain yang mempunyai KUHP khusus IT,” papar Marsudi.
AKBP Winarto mengemukakan, pemanfaatan internet memberikan berbagai kemudahan tetapi juga memiliki dampak negatif. “Jangan mudah terpancing dengan belanja online harganya jauh berbeda dari harga pasar. Itu sebenarnya merupakan trik pelaku kejahatan cyber,” ujar Winarto.
Winarto mengungkapkan, pada 2016, Polda Kalbar telah mengungkap 15 kasus yang biasanya berupa penipuan online, ancaman kekerasan dan pornografi di media sosial. “Aturannya sudah jelas dalam UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) terkait penghinaan, pengancaman, kekerasan, perjudian dan sebagainya. Masing-masing sudah ada hukumannya 6, 10 atau 12 tahun sesuai dengan unsur pidana yang bersangkutan,”jelasnya.
Winarto mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial, seperti facebook, twitter dan lainnya yang terkait dengan chatting. Ia juga berpesan jika ada masyarakat yang merasa dihina atau diancam kekerasan maupun mengganggu privasi silahkan melapor ke Polda Kalbar.
Ketua pelaksana seminar, Lisnawanty berharap dengan adanya kegiatan seminar ini masyarakat paham mengenai implementasi UU ITE terhadap kasus-kasus cyber crime. “AMIK BSI Pontianak berharap dapat menjalin kerja sama berkesinambungan dengan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat,” tutur Lisnawanty.