REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan kondisi ekonomi global di akhir Mei 2016 ini mulai membaik, dan cukup meredakan tekanan terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia.
Membaiknya kondisi ekonomi global tersebut juga dipicu dengan mulai kembali terangkatnya harga minyak dunia yang akan memacu produksi negara-negara produsen, setelah sempat anjlok di awal tahun.
"Harga minyak sudah di 49 dolar per barrel, dan bisa tembus ke 50 dolar AS per barrel," kata Agus di Jakarta, Jumat (27/5).
Mulai pulihnya harga minyak dunia ini, menurutnya, akan mendorong pemulihan ekonomi global akibat lesunya konsumsi yang telah mendera sejak akhir 2015. Agus juga melihat dinamika kebijakan moneter global ditandai pada beberapa waktu terakhir ini, dengan mulai turunnya ekspektasi pelaku pasar terhadap rencana kenaikan bunga Bank Sentral AS Federal Reserve, Juni mendatang.
Sebelumnya, dalam rapat FOMC 26-27 April 2016, peserta rapat meyakini bunga The Fed naik bisa Juni 2016. Keyakinan itu sempat menimbulkan gejolak di pasar keuangan, termasuk Indonesia, dengan melemahnya nilai tukar rupiah, hingga ke level Rp13.500. "Beberapa hari terakhir ini, kembali mereka mengatakan belum tentu akan menaikkan (bunga The Fed). Sehingga betul-betul membuat lebih tenang," ujarnya.
Selain itu, ujar Agus, gejolak di pasar keuangan juga menurun, karena kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Britain to Exit/Brexit) mengecil. Dengan begitu, tekanan terhadap mata uang poundsterling akan menurun, sehingga transmisi gejolaknya pun mereda ke mata uang lain di pasar keuangan.
"Jadi kondisi seperti itu membuat di dunia lebih tenang. Saya sambut dengan baik karena dampaknya ke Indonesia juga lebih positif," ujar dia.
Pada Jumat ini, menurut Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor), kurs rupiah menguat ke posisi sebesar Rp 13.575 dibanding data kurs sejak Senin (23/5) hingga Kamis (26/5) yang terus bertengger di level Rp 13.600.
Baca juga: BI Prediksi Inflasi Menurun