Senin 30 May 2016 09:50 WIB

Diduga Ada Tarik-Ulur Kepentingan dalam Pembahasan RUU Migas

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Deputi Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi (kiri)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Deputi Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR hingga kini belum membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas). Padahal sejak 2010, RUU tersebut selalu menghiasi daftar tahunan Prolegnas DPR RI.

Direktur Eksekutif Indonesia Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi mengatakan, kondisi ini semakin melengkapi buruknya kinerja legislasi DPR yang sepanjang 2015 hanya menyelesaikan tiga Undang-undang. “RUU Migas seolah hanya menjadi ‘pajangan manis’ dalam setiap Prolegnas yang disusun oleh DPR tanpa ada usaha apapun untuk sekadar membahasnya," ujarnya.

Hal ini makin diperburuk dengan tidak diagendakannya RUU Migas sebagai salah satu RUU yang akan diselesaikan DPR pada masa sidang ke V tahun 2015-2017. Berkaca pada tahun lalu, agenda pembahasan RUU Migas di DPR nyaris tanpa kabar. "Lambannya pembahasan RUU Migas di DPR kami duga sarat dengan tarik ulur kepentingan. Kita harus ingat bahwa sektor migas adalah sektor strategis. Banyak pihak yang kemungkinan besar ikut bermain," jelas Hanafi.

Karenanya, pemerintah dan DPR harus benar-benar mengawal dan memastikan pembahasan revisi UU Migas bebas dari mafia pemburu rente yang menunggangi agenda ini. Menurut dia, RUU Migas akan selesai apabila DPR menunjukkan sikap kenegarawanannya dengan melepas kepentingan politik maupun ekonomi di belakangnya.

Sudah saatnya, DPR maupun pemerintah menunjukkan perbaikan kinerja legislasinya dengan segera membahas RUU Migas ini. "Harus diingat juga, agenda penyelesaian revisi UU Migas merupakan salah satu komitmen Pemerintahan Jokowi-JK atas program aksi agenda Nawa Cita terkait perbaikan tata kelola migas,” kata Hanafi.

Dosen Ekonomi Energi dan Mineral Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) Berly Martawardaya mengatakan, Indonesia memerlukan perubahan nyata pada tata kelola migas Indonesia. Hal itu guna menghadapi jatuhnya harga migas, menurunnya produksi migas dan berkurangnya investasi sektor migas di Indonesia.

Pembahasan RUU migas adalah suatu kegentingan yang tidak boleh ditunda lagi. "Tentunya pembahasan RUU Migas tersebut harus dilakukan dengan mengacu pada best practice internasional, kepentingan nasional, dan konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk membangkitkan kembali sektor migas Indonesia yang sedang terpuruk," ujar Berly.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement