REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah mengajukan pemotongan anggaran di kementerian dan lembaga (K/L) dengan total mencapai Rp 50,6 triliun. Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan, pemotongan Rp 50,6 triliun ini sudah cukup pas untuk menekan defisit anggaran di bawah tiga persen. "Untuk saat ini kita (defisit) masih di 2,48 persen," kata Luky.
mekanisme pemotongan anggaran ini nantinya ditentukan pemerintah melalui K/L dengan masing-masing Komisi DPR yang bersangkutan. Nilai yang disepakati di setiap Komisi DPR kemudian dibahas di Badan Anggaran (Banggar).
"Kalau Banggar ini nantinya akan melihat secara keseluruhan. Mulai dari asumsi penerimaan pemerintah dan pengeluarannya. Itulah kenapa kita perlu menentukan nilai ini di Banggar," ujar Luky di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Jumat (10/6).
Sebelumnya, inisitatif untuk pemotongan anggaran tak disetujui sejumlah komisi di lembaga legislatif. Salah satu alasanya adalah kesalahan asumsi penerimaan pajak pemerintah yang tidak akan sesuai harapan dan langsung berdampak pada pemotongan anggaran di K/L.
Menurut Luky, saat ini penerimaan pemerintah memang belum bisa maksimal dengan kondisi perekonomian global yang belum stabil. Hal ini kemudian berdampak pada penerimaan pemerintah yang mengandalkan nilai ekspor.
Karena penerimaan pemerintah belum bisa maksimal, maka opsi melakukan pemangkasan anggaran menjadi salah satu cara untuk menjaga nilai defisit di angka 2,48 persen. Jika pemerintah masih bersikukuh tidak melakukan pemangkasan, bisa dimungkinkan nilai defisit akan kembali bertambah karena sisi penerimaan yang belum berjalan baik.
"Kalau bilang siapa yang mau dipotong (anggarannya), pasti semua juga nggak akan ada yang mau dipotong. Nanti bisa meledak, makanya harus ada ketegasan," ungkap Luky.
Baca juga: JK Sebut Pemangkasan Anggaran akan Ganggu Program Pemerintah